Oleh: Muthakhifah, S.Ag.
Guru SKI MTs Samailul Huda, Kec. Mijen, Kab. Demak
SESUAI dengan tujuan pembelajaran sejarah kebudayaan Islam Permendiknas No. 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi nomor empat, komunikasi matematis merupakan salah satu kemampuan penting yang harus dikembangkan dalam diri peserta didik. Dengan mengkomunikasikan pikiran, gagasan dan ide-ide sejarah Islam kepada orang lain, seorang siswa bisa meningkatkan pemahaman dan meningkatkan prestasi belajarnya. Seperti yang telah dikemukakan oleh Huggins (dalam Qohar, 2006:45) bahwa untuk meningkatkan pemahaman konsep sejarah Islam, siswa bisa melakukannya dengan mengemukakan ide-idenya kepada orang lain.
Salah satu cara yang dapat dilakukan dalam pembelajaran sejarah kebudayaan Islam adalah guru seharusnya dapat memilih dan menggunakan metode pembelajaran yang tepat. Model yang diharapkan dapat meningkatkan kemampuan memepelajari sejarah kebudayaan islam siswa adalah pembelajaran kooperatif tipe think talk write (TTW).
Model pembelajaran kooperatif tipe TTW diperkenalkan oleh Huinker & Laughlin. Pada dasarnya, pembelajaran ini dibangun melalui proses berpikir, berbicara, dan menulis. Strategi pembelajaran TTW dapat menumbuh kembangkan kemampuan pemecahan masalah (Yamin dan Ansari, 2012:84). Tahapan-tahapan yang dilakukan dalam pembelajaran menggunakan tipe ini adalah berpikir
(think), berbicara (talk), dan menulis (write).
Berpikir (think) terdapat dalam kegiatan yang dapat memancing siswa untuk memikirkan sebuah permasalahan. Baik dalam eksperimen, kegiatan demonstrasi yang dilakukan oleh guru atau siswa, pengamatan gejala fisis, atau berbagai peristiwa dalam kehidupan sehari-hari.
Berbicara (talk), yaitu siswa melakukan komunikasi dengan teman menggunakan kata-kata dan bahasa yang mereka pahami. Fase ini memungkinkan siswa untuk terampil berbicara. Selain itu, berkomunikasi dalam suatu diskusi dapat membantu kolaborasi dan meningkatkan aktivitas belajar dalam kelas.
Menulis (write), adalah siswa menuliskan hasil diskusi atau dialog pada lembar kerja yang disediakan. Aktivitas menulis berarti merekonstruksi ide. Karena setelah berdiskusi atau berdialog antar teman dan kemudian mengungkapkannya melalui tulisan. Aktivitas menulis akan membantu siswa dalam membuat hubungan dan juga memungkinkan guru melihat pengembangan konsep siswa.
Menurut Yamin dan Ansari (2012:88), aktivitas siswa selama fase ini adalah menulis solusi terhadap masalah atau pertanyaan yang diberikan. Termasuk perhitungan. Kemudian mengorganisasikan semua pekerjaan langkah demi langkah. Penyelesaiannya ada yang menggunakan diagram, grafik, atau pun tabel agar mudah dibaca dan ditindaklanjuti. Lalu mengoreksi semua pekerjaan sehingga yakin tidak ada pekerjaan atau pun perhitungan yang ketinggalan. Setelah itu meyakini bahwa pekerjaannya yang terbaik yaitu lengkap, mudah dibaca, dan terjamin keasliannya.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif tipe TTW adalah suatu model pembelajaran dengan alur yang dimulai dari keterlibatan siswa dalam berpikir (think) atau berdialog dengan dirinya sendiri setelah proses membaca. Selanjutnya berbicara (talk) dan membagi ide (sharing) dengan temannya sebelum menulis (write).
Langkah-langkah pembelajaran dengan tipe TTW menurut Yamin dan Ansari (2012:90) adalah sebagai berikut. Pertama, siswa dalam kelompok memperoleh buku kerja siswa (BKS) yang berbasis kemampuan komunikasi bersejarah. Berisi lembar kegiatan, masalah belajar sejarah, dan petunjuk pengerjaannya. Kedua, siswa membaca dan mempelajari (think) BKS tersebut secara mandiri. Kemudian membuat rencana penyelesaian masalah yang akan digunakan dalam menyelesaikan masalah tersebut.
Ketiga, siswa mendiskusikan (talk) hasil pemikirannya tersebut dalam kelompok untuk mendapatkan kesepakatan dan menambah 36 pemahaman mengenai cara menyelesaikan masalah sejarah tersebut. Keempat, dari hasil diskusi, siswa menuliskan (write) penyelesaian masalah yang dianggap benar. Kelima, satu atau beberapa kelompok mewakili satu kelas mempresentasikan BKSnya. Sedangkan kelompok yang lain diminta untuk memberi tanggapan. Keenam, bersama-sama dengan guru, siswa membuat refleksi dan kesimpulan atas solusi penyelesaian masalah tersebut. (*)