Oleh: Titik Sumeri, S.Pd.SD., M.Pd
Kepala SDN 05 Bojongbata, Kec. Pemalang, Kab. Pemalang
BULLYING berasal dari kata bull bahsa Inggris yang artinya banteng yang senang merunduk kesana kemari. Secara etimologi, kata bully berarti penggertak, orang yang mengganggu orang lemah. Menurut Olweus (2005) bullying adalah perilaku negatif yang mengakibatkan seseorang dalam keadaan tidak nyaman/terluka. biasanya terjadi berulang-ulang yang ditandai dengan adanya ketidakseimbangan kekuasaan antara pelaku dan korban.
Selanjutnya Caloroso (2007) mengungkapkan bahwa bullying merupakan tindakan intimidasi yang dilakukan oleh pihak yang kuat kepada pihak yang lemah. Sedangkan Smith & Thomson (2012) menyebutkan bullying merupakan perbuatan yang disengaja dan menyebabkan kecerderaan fisik serta psikologis bagi yang menerimanya.
Bullying beda dengan berkonflik. Konflik melibatkan antagonisme antara dua orang atau lebih. Setiap dua orang dapat memiliki konflik, perselisihan, atau perkelahian. Tetapi bullying hanya terjadi di mana ada ketidakseimbangan kekuatan. Bullying adalah salah satu bentuk dari perilaku agresi dengan kekuatan yang dominan pada perilaku yang dilakukan secara berulang-ulang.
Beberapa kategori bullying yang sering terjadi di sekolah dan harus diwaspadai oleh para guru adalah sebagai berikut. Pertama, pack intimidasi. Adalah bullying yang dilakukan oleh kelompok. Kedua, intimidasi individu. Yakni bullying yang dilakukan perorangan dan bisa terjadi baik secara langsung atau online.
Ketiga, intimidasi fisik. Yaitu bullying yang berbentuk kekerasan fisik, seperti mendorong, memukul, berkelahi, dan meludah. Keempat, intimidasi emosional. Merupakan bullying yang melibatkan faktor-faktor lain selain interaksi fisik. Seperti penghinaan, komentar yang menghina, merubah nama panggilan, dan menggoda.
Mencegah bullying dilakukan dengan kecerdasan emosional. Kecerdasan adalah kemampuan kognitif pada suatu individu untuk memberikan alasan yang baik, belajar dari pengalaman, dan mengahadapi tuntutan hidup sehari-hari (Lahey, 2007). Selanjutnya Chaplin (2009) mendefinisikan kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, kemampuan menggunakan konsep abstrak secara efektif, dan memahami pertalian-pertalian dan belajar dengan cepat sekali. Sedangkan Gardner (2010) menjelaskan, kecerdasan adalah sekelompok kemampuan yang memungkinkan manusia untuk menyelesaikan masalah dalam kehidupannya serta potensi untuk menemukan atau menciptakan solusi untuk masalah, yang melibatkan pengetahuan-pengetahuan yang baru.
Kecerdasan emosi sangatlah penting untuk diajarkan di sekolah. Seorang anak yang merasa cemas, cemburu, putus asa, atau terasing akan mengalami kesulitan belajar. Kemudian banyak diam, dan sulit untuk membangun hubungan antar teman yang lain. Kecerdasan emosional perlu menjadi komponen utama dari upaya pencegahan bullying dari prasekolah hingga kelas sekolah menengah atas.
Anak-anak yang memiliki kecerdasan emosi, mereka menggunakan ketenangan emosi untuk menjaga hubungan yang sehat ketika senang, sedih, dan marah. Sedangkan anak yang tidak memiliki kecerdasan emosional rentan terhadap kesehatan mental (emosional). Selain itu memiliki kecenderungan yang lebih tinggi untuk menggunakan/melakukan perilaku agresif.
Kecerdasan emosional dapat diajarkan seperti halnya mengajarkan matematika atau membaca. Secara khusus, guru harus mengikuti pelatihan tentang bagaimana cara mengajarkan kecerdasan emosi kepada siswa dalam pembelajaran di kelas. Guru dilatih agar dapat mengajarkan keterampilan untuk mengenali, memahami, melabel, mengungkapkan, dan mengatur emosi.
Banyak cara yang dapat dilakukan guru untuk mengatasi bullying di sekolah. Di antaranya adalah dengan deteksi tindakan bullying sejak dini, memberikan sosialisasi terkait bullying, memberikan dukungan pada korban. Berikutnya membuat peraturan yang tegas tentang bullying, memberikan teladan atau contoh yang baik, mengajarkan siswa untuk melawan bullying. Lalu Membantu pelaku menghentikan perilaku buruknya.
Bullying merupakan contoh perilaku buruk. Guru wajib membantu pelaku bullying untuk menghentikan perilaku buruknya, jangan sampai mengucilkan korban. Berikan edukasi psikologis tentang dampak bullying bagi temannya dan ajak anak untuk belajar empati. (*)