MUHADI adalah satu petani sekaligus penjual kopi di kawasan Somosari, Batealit, Jepara. Awalnya, ia sempat ditertawakan oleh tetangga sekitar menjual kopinya. Namun, lambat laun produknya kian digandrungi, termasuk pejabat pemerintahan.
Pemilik Kedai Ucil Coffe itu memaparkan, awal 2019 ia mulai memberanikan diri menjadi penjual kopi. Tapi memperoleh respon negatif dari masyarakat.
“Masyarakat tidak ada ide untuk menjual, karena menurut mereka dikonsumsi secara pribadi. Dari pintu ke pintu. Seolah, kami sudah menyatu dengan kopi. Saking menjadi kultur itu mungkin,” papar Ucil (sapaan akrabnya) kepada Joglo Jateng, belum lama ini.
Empat tahun lamanya, di tahun 2022 ia mulai dilirik oleh Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Diberikan beragam pelatihan untuk mengembangkan kopi di desanya dan kemudian berkembang.
Salah satu pelatihan yang diikutinya dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) September tahun lalu. Dari sana, dia mendapatkan kesempatan untuk memasang logo BUMN dan PLN pada kemasan produknya. Logo itu menambah kepercayaan dirinya untuk menembus pasar lokal maupun nasional.
“Tidak hanya Jepara, melainkan sudah tembus di beberapa kota. Bahkan ada juga yang dari Lombok untuk membeli kopi, syukur,” ujar dia.
Kemudian, pada bazar di Alun-Alun 1 Jepara, (25/2/23), Penjabat (Pj) Bupati Jepara, Edy Supriyanta mengunjungi standnya, serta mencicipi Kopi Somosari itu. Orang nomor satu Jepara ini menilai, Kopi Somosari memiliki kualitas yang baik.
“Bisa berkompetisi di tingkat nasional. Ini enak. Kopi yang pahit namun tidak terlalu pahit. Memiliki cita rasa tersendiri,” ucap Edy mengapresiasi.
Sempat Bertani Jagung
Sebelum memutuskan untuk total di dunia kopi, ia merupakan petani jagung di Somosari. Secara, warga sekitar bermata pencaharian sebagai petani jagung.
Sampai pada suatu waktu, Pemilik Kedai Ucil Coffe itu memutuskan berhenti dan beralih ke kopi. Menurutnya, mendapatkan pupuk sulit, biaya dan tenaga banyak menjadi alasannya berpaling.
“Abok (pupuk) sulit, modal banyak, belum lagi tenaganya. Sangat menguras kantong kalau bertani Jagung,” ujar Ucil.
Peralihan itu, terjadi di tahun 2015. Ia dibantu lima petani lainnya saat membuat brand Kopi Somosari. Sampai pada 2019, memiliki brand sendiri bernama ‘Ucil Coffe’.
Ia mulai memberanikan diri menjadi pengusaha kopi. Kopi yang ditawarkan dipetik dari kebunnya sendiri dan diracik secara mandiri.
Kebun yang dia tanami kopi berada di lereng Gunung Muria. Pada ketinggian sekitar 600 Mdpl, dia bisa menanam dua jenis kopi, robusta dan ekselso.
Di kebunnya, ia memilih kopi khusus, yang berwarna merah. Setidaknya setiap kali panen mencapai 5 kwintal. Menurutnya, pemilihan jenis kopi, yang membuat Somosari memiliki cita rasa nyentrik.
“Tidak kalah dengan luar daerah. Buktinya BUMN sampai ke sini, selain perhatian kepada UMKM, juga mereka melihat Kopi Jepara memiliki potensi besar,” jelas dia.
Meski saat ini penjualan belum banyak, baginya itu sudah lumayan. Sebab, dengan terjualnya kopi dari desanya, paling tidak orang-orang sudah mengenal dan merasakan nikmatnya Kopi Sumosari.
“Namanya juga proses. Kita pelan-pelan saja dulu. Nanti juga kalau pasarnya sudah terbuka lebar, kita bisa jual lebih banyak,” pungkasnya. (cr2/gih)