Tingkatkan Kemampuan Siswa dalam Bercerita melalui Metode Diskusi

Oleh: Kuat Supriyanto, S.Pd.SD
Guru SD N 1 Bandingan, Kec. Sigaluh, Kab. Banjarnegara

BAHASA Indonesia adalah sarana komunikasi yang digunakan dalam proses pembelajaran. Sehingga memiliki peran penting bagi guru dan siswa dalam menyampaikan maksud dan gagasannya kepada orang lain. Salah satu aspek keterampilan berbahasa yang sangat penting peranannya dalam upaya melahirkan generasi masa depan yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya adalah keterampilan bercerita.

Dengan menguasai keterampilan bercerita, peserta didik akan mampu mengekspresikan pikiran dan perasaannya secara cerdas sesuai konteks dan situasi pada saat dia sedang bercerita. Namun, harus diakui secara jujur, keterampilan bercerita dikalangan siswa SD, khususnya keterampilan bercerita, belum seperti yang diharapkan.

Indikator yang digunakan untuk mengukur keterampilan siswa dalam bercerita, di antaranya adalah kelancaran bercerita, ketepatan pilihan kata (diksi). Berikutnya struktur kalimat, kelogisan (penalaran), dan kontak mata. Paling tidak, ada dua faktor yang menyebabkan rendahnya tingkat keterampilan siswa dalam bercerita, yaitu faktor eksternal dan faktor internal.

Baca juga:  Relevansi Peran Guru PAI Sekolah Dasar di Era Artificial Intelligence

Termasuk faktor eksternal, di antaranya pengaruh penggunaan bahasa Indonesia di lingkungan keluarga dan masyarakat. Rata-rata bahasa ibu lah yang digunakan sebagai sarana komunikasi. Kalau ada tokoh masyarakat yang menggunakan bahasa Indonesia, pada umumnya belum memperhatikan kaidah-kaidah berbahasa secara baik dan benar. Akibatnya, siswa tidak terbiasa untuk berbahasa Indonesia sesuai dengan konteks dan situasi tutur.

Dari faktor internal, pendekatan pembelajaran, metode, media, atau sumber pembelajaran yang digunakan oleh guru memiliki pengaruh yang cukup signifikan terhadap tingkat keterampilan bercerita bagi siswa SD. Pada umumnya, guru bahasa Indonesia cenderung menggunakan pendekatan yang konvensional dan miskin inovasi. Sehingga kegiatan pembelajaran keterampilan bercerita berlangsung monoton dan membosankan.

Para peserta tidak diajak untuk belajar berbahasa, tetapi cenderung diajak belajar tentang bahasa. Artinya, apa yang disajikan oleh guru di kelas bukan bagaimana siswa bercerita sesuai konteks dan situasi tutur, melainkan diajak untuk mempelajari teori tentang bercerita. Akibatnya, keterampilan bercerita hanya sekadar melekat pada diri siswa sebagai sesuatu yang rasional dan kognitif belaka. Belum manunggal secara emosional dan afektif.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Ini artinya, rendahnya keterampilan bercerita bisa menjadi hambatan serius bagi siswa untuk menjadi siswa yang cerdas, kritis, kreatif, dan berbudaya. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa pengajaran bahasa Indonesia telah menyimpang jauh dari misi sebenarnya. Guru lebih banyak bercerita tentang bahasa daripada melatih menggunakan bahasa. Dengan kata lain, yang ditekankan adalah penguasaan tentang bahasa. Guru bahasa Indonesia lebih banyak berkutat dengan pengajaran tata bahasa, dibandingkan mengajarkan kemampuan berbahasa Indonesia secara nyata.

Melalui diskusi, siswa diajak untuk bercerita dalam konteks dan situasi tutur yang nyata dengan menerapkan prinsip pemakaian bahasa secara komprehensif. Dalam pendekatan diskusi, guru berusaha memberikan kesempatan kepada siswa untuk mengembangkan keterampilan berbahasa di dalam konteks nyata dan situasi yang kompleks. Guru juga memberikan pengalaman kepada siswa melalui pembelajaran terpadu dengan menggunakan proses yang saling berkaitan dalam situasi dan konteks komunikasi alamiah.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Metode diskusi dalam belajar adalah suatu cara penyajian/penyampaian bahan pelajaran. Dimana guru memberikan kesempatan kepada para siswa yang mengadakan pembicaraan ilmiah guna mengumpulkan pendapat. Kemudian membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas suatu masalah. Forum diskusi dapat diikuti oleh seluruh siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk kelompok-kelompok kecil.

Hal yang perlu diperhatikan adalah hendaknya para siswa berpartisipasi secara aktif dalam setiap forum diskusi. Semakin banyak siswa terlibat dan menyumbangkan pikirannnya, semakin banyak pula yang dapat mereka pelajari. Perlu pula diperhatikan peran guru. Apabila ada campur tangan dan main perintah dari guru, niscaya siswa tidak akan dapat belajar banyak. (*)