Oleh: Erna Purwanti, S.Pd
Guru Bahasa Indonesia SMP Negeri 7 Pemalang
KETERAMPILAN berbahasa dalam pembelajaran bahasa Indonesia terdiri dari empat aspek, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis. Pembelajaran sastra Indonesia sangat penting bagi siswa karena dengan mengenal sastra maka mereka secara tidak langsung akan melestarikan budaya Indonesia.
Keterampilan menulis merupakan suatu keterampilan berbahasa yang dipergunakan untuk berkomunikasi secara tidak langsung, yakni tidak secara tatap muka dengan orang lain. Keterampilan menulis tidak akan datang secara otomatis, tetapi harus melalui latihan dan praktik yang banyak dan teratur (Tarigan, 2008: 4).
Salah satu model pembelajaran dan media pembelajaran yang diduga cocok untuk meningkatkan keterampilan menulis naskah drama yaitu model circuit learning dan media gambar situasi khayal. Penggunaan media pembelajaran juga dapat mendukung adanya peningkatan keterampilan menulis naskah drama.
Menurut Wiyatmi (2009: 48), unsur-unsur pembangun naskah drama terdiri dari tema dan amanat, alur, penokohan, latar, cakapan, dan lakuan. Seperti karangan fiksi yang lain, drama juga mempunyai unsur-unsur pembentuknya, yaitu tema, amanat, plot atau alur, karakter, dialog, setting, bahasa, dan interpretasi (Wiyanto, 2002: 32).
Tema atau rumusan intisari cerita berfungsi sebagai landasan idiil dalam menentukan arah tujuan cerita (Harymawan via Wiyatmi, 2009: 49). Selain tema, ada unsur amanat yang terkandung dalam naskah drama. Amanat merupakan pesan yang ingin disampaikan pengarang kepada pembaca atau penonton (Wiyatmi, 2009: 49).
Alur merupakan urutan kejadian atau peristiwa dalam cerita. Bagian terpenting dari sebuah alur drama adalah dialog dan lakuan. Alur drama tidak disajikan secara langsung dalam naskah, tetapi melalui dialog-dialog yang tertulis dalam naskah drama (Wiyatmi, 2009: 49). Alur dramatik terdiri dari eksposisi yang merupakan pengenalan tokoh-tokoh, insiden permulaan yang berisi dialog atau adegan pembuka. Kemudian pertumbuhan laku atau mulai terjadinya rangkaian peristiwa hingga terjadinya konflik. Lalu krisis atau titik balik yang bisa juga diartikan sebagai klimaks, penyelesaian masalah, serta catrastope atau penutup (Hudson via Brahim via Wiyatmi, 2009: 50).
Unsur pembentuk drama yang berupa tokoh mengacu pada watak, sementara aktor atau pelaku mengacu pada peran yang bertindak atau berbicara dalam hubungannya dengan alur peristiwa (Wiyatmi, 2009: 50). Dalam drama, watak pelaku dapat diketahui dari perbuatan dan tindakan yang mereka lakukan. Selain itu, dari reaksi mereka terhadap suatu situasi tertentu terutama situasi-situasi yang kritis, dari sikap mereka menghadapi suatu situasi atau peristiwa atau watak tokoh lain (Brahim via Wiyatmi, 2009: 50). Seperti pada novel dan cerpen, naskah drama juga memiliki unsur latar yang meliputi latar tempat, waktu, dan suasana. Perbedaannya yaitu, dalam naskah drama biasanya latar akan ditunjukkan dalam teks samping (Brahim via Wiyatmi, 2009: 50).
Unsur yang terpenting dalam naskah drama yaitu adanya dialog atau cakapan. Dalam drama ada dua macam cakapan, yaitu dialog dan monolog. Disebut dialog ketika ada dua orang atau lebih tokoh bercakap-cakap. Disebut monolog ketika seorang tokoh bercakap-cakap dengan dirinya sendiri. Monolog terbagi lagi menjadi tiga. Yaitu monolog yang membicarakan hal-hal yang sudah lampau, soliloqui (membicarakan hal-hal yang akan datang), dan aside (sampingan) untuk menyebut percakapan seorang diri yang ditujukan kepada penonton (Supartinah dan Indratmo via Wiyatmi, 2009:52). Drama adalah potret kenyataan yang diangkat ke atas pentas (Waluyo, 2001:20).
Model Circuit learning terdiri dari tiga tahapan. Yaitu tahap persiapan, tahap kegiatan inti, dan kegiatan penutup. Tahapan ini tersusun dari tahapan yang mudah menuju ke tahapan yang sederhana layaknya circuit yang berawal dari medan yang mudah ke medan yang sulit (Huda, 2013:311). (*)