Oleh: Ambarwati, S. Pd. SD
Guru SDN 01 Muncang, Kec. Bodeh, Kab. Pemalang
PENDIDIKAN merupakan suatu usaha yang terencana untuk mewujudkan suasana belajar maupun proses pembelajaran agar peserta didik aktif dalam mengembangkan potensi dirinya. Keberhasilan proses pembelajaran sebagai proses pendidikan dipengaruhi oleh banyak faktor. Mulai dari guru, pesera didik, kurikulum, lingkungan sosial, dan lainnya.
Namun, dari faktor-faktor tersebut, guru dan siswa menjadi faktor terpenting. Hal itu dapat dilihat melalui pemahaman hakikat pembelajaran. Yakni usaha sadar guru untuk membantu peserta didik agar dapat belajar dengan kebutuhan minatnya. Guru sebagai pembimbing dan fasilitator dalam pembelajaran di kelas juga harus mampu me-manage proses pembelajaran agar menjadi efektif. Keberhasilan dari proses belajar di kelas ditandai dengan tercapainya tujuan pembelajaran serta prestasi belajar yang maksimal.
Tetapi jika pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung siswa merasa malas, mengobrol dengan teman sebangku, tidak memperhatikan saat diterangkan, ogah-ogahan dalam mengerjakan tugas, bolak-balik ijin kebelakang, dan masih banyak lagi yang dilakukan anak, hal ini terjadi karena banyak faktor yang memungkinkan menjadi penyebabnya. Salah satunya karena kemampuan berkonsentrasi siswa SD tidak bisa berlangsung dalam waktu yang cukup lama. Akibatnya pesesrta didik menjadi boring dan tidak fokus. Pada kondisi seperti ini, kemampuan guru diuji agar bisa mengembalikan gairah siswa untuk fokus pada pembelajaran yang sedang berlangsung.
Menurut Dryden dan Vos (2000), belajar akan efektif bila proses pembelajaran dilaksanakan dengan suasana yang menyenangkan. Ada beberapa hal yang mendukung efektivitas hasil belajar peserta didik. Di antaranya peserta didik belajar dalam kondisi senang, guru menggunakan berbagai fariasi metode dan teknik. Kemudian menggunakan media belajar menarik dan menantang, penyesuaian dengan konteks, pola induktif, dan peserta didik sebagai subjek dalam pembelajaran.
Guru yang profesional harus bisa memodifikasi kegiatan pembelajaran. Salah satu solusi untuk menjaga semangat peserta didik tetap tinggi dan no boring dalam mengikuti pembelajaran yaitu dengan ice breaking. Istilah ice breaker berasal dari dua kata asing. Yaitu ice yang berarti es yang memiliki sifat kaku, dingin, dan keras. Sedangkan breaker berarti memecahkan. Arti harfiah ice-breaker adalah pemecah es.
Jadi, ice breaker bisa diartikan sebagai usaha untuk memecahan atau mencairkan suasana yang kaku seperti es agar menjadi lebih nyaman mengalir dan santai. Hal ini bertujuan agar materi-materi yang disampaikan dapat diterima. Peserta didik akan lebih dapat menerima materi pelajaran jika suasana tidak tegang, santai, nyaman, dan lebih bersahabat (Sunarto, Ice Breaker dalam Pembelajaran Aktif, 2012:3).
Penerapan ice breaking paling tepat dilakukan pada saat jam kritis. Yaitu saat kondisi siswa mengalami kelelahan dan kejenuhan yang sangat tinggi. Kondisi ini biasanya terjadi saat mereka menerima pembelajaran yang sangat berat atau materi yang sulit. Yakni pelajaran pada waktu siang hari (mendekati pulang sekolah) dan kondisi lainnya. Kondisi-kondisi kritis seperti ini paling tepat untuk dihadirkan ice breaking.
Kegiatan ice breaking adalah kegiatan yang berguna untuk mengalihkan konsentrasi agar tidak mengalami kejenuhan. Di samping itu, dapat menjadi energi pendukung dalam sebuah kegiatan yang dianggap membosankan. Ice breaking dapat diberikan kepada siapa saja, baik tua muda maupun anak-anak dan dapat diberikan dalam kondisi apapun. Tidak harus berada di dalam ruangan. Ice breaking merupakan tindakan wajib untuk mengurangi kejenuhan.
Ice breaking memiliki jenis yang bermacam-macam dan dapat dilakukan dengan kondisi yang berbeda. Contohnya permainan, yel-yel, bernyanyi, senam, bercerita, tepuk tangan, senam otak dan tebak-tebakan. Jika guru mampu mengolah dan memberikan ice breaking, sangat pasti peserta didik akan merindu pada semua pelajaran tak terkecuali pejaran matematika yang dianggap memusingkan. (*)