Mata Pelajaran Prakarya pada Kurikulum Merdeka

Oleh: Haryanto, S.Pd., M.Pd.
Guru Prakarya SMP Negeri 2 Demak

HASIL Programme for International Student Assessment (PISA) menunjukkan bahwa 70% siswa berusia 15 tahun berada di bawah kompetensi minimum dalam memahami bacaan sederhana atau menerapkan konsep matematika dasar. Skor ini tidak mengalami peningkatan yang signifikan dalam sepuluh hingga lima belas tahun terakhir. Studi tersebut memperlihatkan adanya kesenjangan besar antarwilayah dan antarkelompok sosial-ekonomi dalam hal kualitas belajar. Hal ini diperparah dengan adanya pandemi covid-19.

Untuk mendukung visi pendidikan Indonesia, dan sebagai bagian dari upaya pemulihan pembelajaran, Kurikulum Merdeka (yang sebelumnya disebut sebagai kurikulum prototipe) dikembangkan sebagai kerangka kurikulum yang lebih fleksibel. Sekaligus berfokus pada materi esensial dan pengembangan karakter serta kompetensi peserta didik.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Ada warna yang berbeda pada kurikulum merdeka. Yaitu penggabungan mata pelajaran Seni Budaya dengan mata pelajaran Prakarya. Jelas hal ini membawa dampak pada sekolah, utamanya adalah pembagian jam mengajar. Apabila sekolah memiliki salah satu guru dari kedua mata pelajaran tersebut, maka dengan sangat mudah dapat memenuhi jam mengajarnya. Demikian pula untuk sekolah yang memiliki kelas paralel yang banyak, penggabungan mata pelajaran seni budaya dengan mata pelajaran prakarya tidak berpengaruh besar terhadap pemenuhan jam mengajar.

Namun, hal tersebut tidak berlaku pada sekolah kecil yang mempunyai guru dua mapel tersebut sekaligus. Sekolah tersebut akan kesulitan untuk mengatur pemenuhan jam mengajar. Akhirnya, mata pelajaran seni dan prakarya hanya diajarkan oleh satu orang guru saja, yaitu guru seni budaya atau guru prakarya saja. Selain itu, bagi guru kedua mata pelajaran tersebut, mereka harus memilih satu pilihan saja, baik di bidang seni ataupun prakarya. Guru seni juga tidak seleluasa dahulu yang bisa mengajarkan seni musik, seni rupa, seni teater, dan seni tari secara bersamaan. Begitu pula yang dialami oleh guru prakarya, yang hanya bisa memilih salah satu pilihan, dari rekayasa, budidaya, atau kerajinan, dan pengolahan.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Dari permasalah tersebut, ada solusi yang dapat digunakan sebagai penyelamat mata pelajaran prakarya dalam Kurikulum Merdeka. Yaitu guru mata pelajaran tersebut dapat dijadikan koordinator projek. Setiap koordinator projek akan mendapatkan tambahan jam yang sepadan, yaitu 2 jp per rombongan belajar. Setiap koordinator dapat membimbing maksimal tiga rombongan belajar untuk satu tema projek. Hal ini dapat menjadi angin segar bagi prakarya.

Dengan adanya kebijakan tersebut, maka keterpenuhan jam mengajar bagi guru prakarya tidak perlu dirisaukan. Perubahan struktur Kurikulum Merdeka bagi sekolah kecil dapat disiasati dengan pembagian mata pelajaran berdasarkan jenjang. Misalnya, untuk mata pelajaran seni dan prakarya di kelas 7 diampu oleh guru seni budaya. Demikian pula untuk kelas 8, mata pelajaran seni dan prakarya diampu oleh guru prakarya. Dengan menggunakan cara seperti ini, maka problematika guru mata pelajaran prakarya dapat teratasi. (*)