Oleh: Karsini, S.Pd.SD
Guru SDN Kebandungan, Kec. Bodeh, Kab. Pemalang
MENDENGAR kata matematika sebagian besar peserta didik kita sudah takut duluan. Menurut Sholihah (2015:176), salah satu bidang yang mempunyai peranan penting dalam dunia pendidikan dan dalam menghadapi masalah kehidupan sehari-hari adalah matematika. Untuk menumbuhkan minat peserta didik terhadap mata pelajaran matematika guru harus memilih metode pembelajaran yang tepat. Salah satu metode pembelajaran yang cocok digunakan dalam mata pelajaran matematika adalah make a match atau mencari pasangan.
Menurut Kunandar (2008), make a match atau mencari pasangan adalah model pembelajaran kooperatif dengan cara mencari pasangan soal atau jawaban yang tepat. Siswa yang sudah menemukan pasangannya sebelum batas waktu akan diberi poin. Menurut Fachrudin, tujuan dari pembelajaran dengan menggunakan model make a match adalah melatih peserta didik agar lebih cermat dan lebih kuat pemahamannya terhadap suatu materi pokok (Fachrudi, 2009:168).
Menurut Rusman (2011:233), karakteristik model pembelajaran make a match yaitu mengajak peserta didik bermain sambil belajar. Kemudian membuat peserta didik menjadi aktif, kreatif, dan inovatif. Lalu memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk berinteraksi dengan teman-temannya dan meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Tharmizi (2010) mengemukakan, langkah-langkah pembelajaran dengan menggunakan metode make a match yaitu sebagai berikut. Pertama, membuat potongan-potongan kertas sejumlah siswa yang ada di dalam kelas. Kedua, gutu mengisi kertas-kertas tersebut dengan jawaban atau soal sesuai materi yang telah diberikan. Untuk menambah daya tarik dan penasaran peserta didik, warna kertas soal dan jawaban dibedakan. Selain itu, juga untuk memudahkan peserta didik mencari pasangannya. Ketiga, mencocokan semua kartu sehingga akan tercampur antara soal dan jawaban.
Keempat, membagikan soal atau jawaban kepada peserta didik. Guru memberi setiap siswa satu kertas dan menjelaskan bahwa ini adalah aktivitas yang dilakukan berpasangan. separuh peserta didik akan mendapatkan soal, dan separuhnya akan mendapat jawaban. Kelima, meminta semua siswa membentuk huruf U atau berhadapan.
Keenam, guru meminta peserta didik menemukan pasangan mereka. Jika ada yang sudah menemukan pasangan, minta mereka untuk duduk berdekatan. Terangkan juga agar mereka tidak memberitahu materi yang mereka dapatkan kepada teman yang lain. Setiap peserta didik menerima potongan kertas, maka diberi waktu untuk memikirkan jawaban atau soal dari kertas yang diterimanya. Setiap siswa yang dapat menemukan pasangannya dengan tepat sebelum batas waktu diberi poin atau nilai. Ketujuh, setelah satu babak, kartu dikocok lagi agar setiap siswa mendapat kartu yang berbeda dari sebelumnya. Kedelapan, mendiskusikan soal yang telah diterima dengan kelompok pasangan, dan dilanjutkan dengan kesimpulan.
Menurut Miftahul Huda (2013:253-254), kelebihan model pembelajaran make a match adalah dapat meningkatkan aktivitas belajar peserta didik baik secara kognitif maupun fisik. Karena ada unsur permainan, metode ini menyenangkan. Selanjutnya bisa meningkatkan pemahaman peserta didik terhadap materi yang dipelajari dan dapat meningkatkan motivasi belajar peserta didik.
Sedangkan kelemahan model make a match yaitu jika strategi ini tidak dipersiapkan dengan baik akan banyak waktu yang terbuang. Pada awal-awal penerapan metode banyak peserta didik yang malu berpasangan dengan lawan jenisnya. Di samping itu, jika guru tidak mengarahkan peserta didik dengan baik, akan banyak siswa yang kurang memperhatikan pada saat presentasi pasangan.
Usia anak kelas I adalah masa anak bermain. dengan metode make a match yang pelaksanaannya seperti sedang bermain anak-anak menjadi senang. Dengan metode pembelajaran ini, diharapkan peserta didik menjadi senang pada mata pelajaran matematika dan tidak merasa takut lagi. Sehingga hasil belajar peserta didik pada mata pelajaran matematika dapat meningkat. (*)