Oleh: Sri Purwati, S.Pd.SD
Guru SD Negeri 2 Sirau, Kab. Karangmoncol, Kab. Purbalingga
DALAM kerangka dasar kurikulum, terdapat kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi. Salah satu mata pelajaran yang termasuk kelompok ini adalah matematika. Dalam standar isi dijelaskan bahwa matematika merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern. Mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analisis, teori peluang, dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Mata pelajaran matematika perlu diberikan kepada semua peserta didik untuk membekali kemampuan berpikir logis, analitis, sistematis, kritis, dan kreatif, serta kemampuan bekerja sama. Kompetensi tersebut diperlukan agar peserta didik dapat memiliki kemampuan memperoleh, mengelola, dan memanfaatkan informasi untuk bertahan hidup pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti, dan kompetitif (BSNP, 2013). Maka setiap guru harus mampu menerapkan berbagai strategi pembelajaran. Namun dalam kenyataannya, tidak semuanya berjalan sesuai dengan harapan.
James dan James (dalam Ruseffendi, 2016) menerangkan bahwa matematika adalah ilmu tentang logika mengenai bentuk, susunan, besaran dan konsep-konsep yang saling berhubungan satu sama lainnya dengan jumlah yang banyaknya terbagi ke dalam tiga bidang. Yaitu aljabar, analisis, dan geometri. Dalam Standar Isi dijelaskan bahwa matematika merupakan ilmu yang mendasari perkembangan teknologi modern, mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin ilmu, dan memajukan daya pikir manusia.
Perkembangan pesat di bidang teknologi informasi dan komunikasi dewasa ini dilandasi oleh perkembangan matematika di bidang teori bilangan, aljabar, analistis, teori peluang, dan matematika diskrit. Untuk menguasai dan mencipta teknologi di masa depan, diperlukan penguasaan matematika yang kuat sejak dini.
Jean Piaget dengan teori berpikir kognitifnya yang dikutip oleh Mulyani Sumantri dan Nana Syaodih (2007) menerangkan bahwa anak usia sekolah dasar berada pada tahap operasional konkret. Yaitu memiliki ciri pola berpikir dalam memahami konsep yang abstrak masih terikat pada benda konkret. Jika diberikan permasalahan belum mampu memikirkan segala alternatif pemecahannya. Pemahaman terhadap konsep berurutan melalui tahap demi tahap. Mereka belum mampu menyelesaikan masalah yang melibatkan kombinasi urutan operasi pada maslah yang kompleks.
Contextual teaching and learning (CTL) adalah sebuah proses pendidikan yang bertujuan menolong para siswa melihat makna di dalam materi akademik yang mereka pelajari. Yaitu dengan cara menghubungkan subjek-subjek akademik dengan konteks dalam kehidupan keseharian mereka dengan konteks keadaan pribadi, sosial, dan budaya mereka (Elaine, 2009). Pendekatan CTL berhasil karena sistem ini meminta siswa untuk bertindak dengan cara yang alami. Cara itu sesuai dengan fungsi otak, psikologi dasar manusia, dan tiga prinsip alam semesta yang ditemukan para fisikawan dan ahli biologi modern. Prinsip-prinsip tersebut adalah kesalingbergantungan, diferensiasi, dan pengaturan diri sendiri.
Ada tujuh indikator pembelajaran kontekstual sehingga bisa dibedakan dengan pendekatan lainnya yaitu pertama, modeling. Kedua, questioning. Ketiga, learning community (seluruh siswa partisipatif dalam belajar kelompok atau individual, mencoba, dan mengerjakan). Keempat, inquiry (identifikasi, investigasi, hipotesis, generalisasi, serta menemukan). Kelima, constructivism (membangun pemahaman sendiri, mengkonstruksi konsep-aturan, dan analisis-sintesis).
Keenam, reflection (review, rangkuman, serta tindak lanjut). Ketujuh, authentic assesment (penilaian selama proses dan sesudah pembelajaran). Dengan tercapai pelaksanaan tesebut, maka hasil belajar matematika akan maksimal sesuai tujuan dan kriteria ketuntasan belajar yang telah ditetapkan oleh guru. (*)