KUDUS, Joglo Jateng – Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) Kabupaten Kudus menyelenggarakan kajian terhadap Undang-undang Cipta Kerja. Agenda tersebut diadakan sebagai wujud kepedulian terhadap kaum buruh yang menganggap regulasi itu tidaklah berpihak untuk mereka
Ketua GMNI Kudus, Aris Ariyanto mengatakan, Diskusi yang pihaknya selenggarakan dengan menggandeng Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP). Hal ini menjadi penting untuk dapat memperkuat pengetahuan. Apalagi baginya, GmnI sebagai organisasi yang menentang adanya penindasan oleh kaum kecil atau tertindas.
“Dalam diskusi itu kami ingin memperkuat ideologi dan perspektif dari para kader GMNI dalam melihat permasalahan yang terjadi baik secara lokal maupun nasional,” ungkapnya.
Ia menyatakan, dalam kajian ini, pihaknya sepakat bahwa Undang-undang Cipta Kerja sebagai sebuah produk hukum yang bermasalah. Menurutnya, produk hukum tersebut secara perjalanan banyak menemui penolakan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah kaum buruh.
Sementara itu, Ketua Federasi Serikat Pekerja Indonesia Perjuangan (FSPIP) PT. Jiale, Hilal mengatakan, para buruh seakan dilemahkan dengan adanya regulasi itu. Yakni, dengan disahkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu) menjadi Undang-undang Cipta kerja.
“Dengan adanya Undang-undang Cipta Kerja, hal tersebut aslinnya adalah suatu peraturan yang sangat melemahkan atau membuat kaum buruh akan semakin sengsara,” terangnya.
Dirinya menyatakan, Undang-undang Cipta Kerja tersebut jauh dari kata pro terhadap kaum buruh. Hal tersebut terlihat dari beberapa pasal yang seakan menyudutkan kaum kecil itu.
“Kami menyoroti pasal pasal yang berpotensi menyengsarakan kaum buruh. Seperti, pada pasal tentang Pemutusan hubungan kerja (PHK), outsourcing, buruh kontrak, hingga pengaturan jam kerja,” ungkapnya. (cr3/fat)