Oleh: Kodriyah, S.Pd.SD
Guru SDN 02 Karangbrai, Kec. Bodeh, Kab. Pemalang
PERIODE terbaik bagi anak-anak untuk mengembangkan aspek pertumbuhan tertentu adalah sepanjang masa kanak-kanak mereka. Otak kiri manusia bertugas mengendalikan proses perkembangan bahasa. Hal ini meliputi mengatur keterampilan berbicara, pengucapan kata dan kalimat, memahami pembicaraan orang lain, dan mengulang kata dan kalimat di samping kemampuan untuk berhitung, membaca, dan menulis (Aida, 2018).
Anak-anak yang kesulitan membaca dan menulis akan merasa kesulitan untuk berpartisipasi dalam kegiatan belajar di semua mata pelajaran. Alhasil, akan mempengaruhi kemajuan belajarnya sehingga membuat anak tersebut tampak lambat dibandingkan dengan teman-teman lainnya (Langi et al., 2013).
Terdapat tiga istilah dalam pemberian komponen dasar dalam proses belajar membaca yakni recording, decoding, dan meaning. Proses recording mengacu pada kata dan kalimat yang kemudian mengaitkannya dengan bunyi-bunyian yang relevan dengan sistem tulisan yang digunakan. Sedangkan decoding mengacu pada kegiatan untuk menerjemahkan rangkaian grafis ke dalam bentuk kata. Sementara, meaning adalah proses untuk memahami makna yang bermula dari tingkat pemahaman, pemahaman interpretatif, kreatif, dan evaluatif. Sehingga lebih ditekankan pada kelas tinggi (Muhyidin, 2017).
Tujuan pembelajaran membaca permulaan di sekolah dasar adalah agar anak mampu mengenal dan menguasai sistem tulisan sampai mereka mampu membaca menggunakan system tersebut. Kemudian untuk membangkitkan, membina, dan meningkatkan minat anak untuk membaca (Indrawati, 2017).
Adapun metode yang dapat dijadikan rujukan untuk mengajar membaca permulaan yaitu sebagai berikut (Halimah, 2014). Pertama, metode eja. Pembelajaran melalui metode ini dimulai dengan memperkenalkan kepada anak huruf-huruf alfabet, menghafalkannya dan melafalkannya sesuai bunyinya menurut abjad. Contoh A/a, B/b, C/c dan seterusnya dilafalkan sebagai [a], [be], [ce], dan seterusnya.
Kedua, metode bunyi. Metode ini merupakan bagian dari metode eja. Hanya saja prinsip dan proses dalam pembelajarannya melalui proses latihan dan perbedaan pada sistem pelafalan abjadnya. Contoh pada kata noni di eja menjadi /en-o/[no]/en-i/[ni] dibaca menjadi [no-ni].
Ketiga, metode suku kata. Metode ini diawali dengan pengenalan suku kata seperti /ba, bi, bu, be, bo/ ; /ca, ci, cu, ce, co/; dan seterusnya. Selanjutnya suku-suku kata tersebut dirangkai menjadi kata yang memiliki makna, seperti /ba – ju/. Tahap selanjutnya adalah merangkai kata menjadi kelompok kata, seperti /ka – ki/ ku – da/.
Keempat, metode kata. Metode ini tidak jauh berbeda dengan metode suku kata, dimana dalam metode ini lebih menggunakan pengenalan kata-kata yang sifatnya lebih fungsional, bermakna dan konstektual. Kelima, metode global. Guru dapat membuat kalimat di bawah gambar atau kalimat tanpa bantuan gambar. Dimana siswa dapat menguraikan kalimat tersebut menjadi kata, kata menjadi suku kata, dan suku kata menjadi huruf.
Keenam, metode SAS (struktural analitik sintetik). Pembelajaran yang dilakukan dimulai dengan menampilkan dan mengenalkan kalimat utuh. Mula-mula anak-anak disuguhi dengan sebuah struktur yang memberi makna lengkap yaitu struktur kalimat. Kemudian melalui proses analitik, anak-anak diajarkan untuk mengawali konsep kata. Kalimat utuh yang sebelumnya dijadikan dasar pembelajaran diuraikan menjadi satuan bahasa yang lebih kecil, disebut dengan kata.
Setelahnya, anak-anak didorong untuk melakukan kerja sintesis dengan menyimpulkan satuan-satuan bahasa yang terurai dikembalikan lagi menjadi satuan semula. Yaitu huruf-huruf menjadi suku kata, suku kata menjadi kata, dan kata-kata menjadi kalimat (Aida, 2018).
Metode terbaik merupakan metode yang cocok diterapkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan siswa. Dimana pastinya setiap orang memiliki segi kecocokan dan kenyaman tersendiri terhadap metode yang telah diajarkan. Karenanya, setiap guru dapat mengkombinasikan metode di atas untuk proses pembelajaran yang maksimal. (*)