Oleh: Sigit Riyanto, S.Si., M.Si.
Guru Matematika SMA Negeri 1 Demak
KOMUNIKASI matematis merupakan dasar dari pemahaman konsep dan pemecahan masalah matematis. Kemampuan komunikasi matematis siswa sangat penting, namun beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan komunikasi matematis siswa cenderung rendah. Kemampuan komunikasi matematis siswa secara umum dinilai kurang baik oleh karena sebagian besar siswa belum memenuhi semua indikator berikut.
Pertama, mengaitkan benda nyata dan gambar ke dalam ide-ide matematika. Kedua, secara lisan atau tulisan, menjelaskan konsep, situasi, dan hubungan matematis terhadap objek, gambar, grafik, dan aljabar. Ketiga, menyatakan permasalahan kehidupan sehari-hari dengan menggunakan simbol dan bahasa matematika. Ketika dihadapkan pada suatu masalah dunia nyata, ide-ide matematis siswa belum tersalurkan dengan baik, terutama jika berkaitan dengan gambar.
Salah satu model pembelajaran yang memberikan kesempatan kepada siswa memaksimalkan belajarnya dan mengomunikasikan ide-idenya secara matematis adalah model pembelajaran berbasis masalah atau problem based learning (PBL). PBL dinyatakan efektif dalam menyampaikan berbagai kajian ilmu, seperti matematika. Barrows (Sudia et al., 2020:550) mengungkapkan bahwa penerapan model PBL dalam pembelajaran matematika memberikan beberapa keuntungan. Di antaranya mempersiapkan siswa lebih baik untuk mengimplementasikan pembelajarannya ke dalam situasi kehidupan nyata. Siswa bukan hanya konsumen, tetapi juga memungkinkan sebagai produsen pengetahuan. PBL juga membantu siswa dalam meningkatkan keterampilan komunikasi, bernalar, dan berpikir kritis.
Dalam PBL, siswa membangun sebuah penjelasan terkait suatu masalah atau fenomena di dunia nyata melalui diskusi kelompok kecil dan pembelajaran mandiri. PBL dapat menciptakan berbagai interaksi sosial dan peluang kolaboratif bagi anggota kelompok untuk mengembangkan keterampilan komunikasi dan hubungan interpersonal. Siswa juga mengembangkan kecerdasan intrapersonal mereka sendiri dengan belajar mengomunikasikan ide-ide mereka.
Dengan demikian, secara tidak langsung, PBL menciptakan pembelajaran dengan masalah nyata untuk mengonstruksi dan mengintegrasikan pengetahuan baru siswa. Pembelajaran berlangsung secara kolaboratif dalam kelompok-kelompok kecil untuk mengonstruksi pengetahuan dengan saling bertukar ide pada saat mencari solusi dari masalah. Aktivitas ini dapat memberikan dampak baik pada kemampuan siswa mengomunikasikan ide-ide mereka terhadap suatu masalah dan mencari solusi matematisnya.
Jenis masalah biasanya didasarkan pada masalah kehidupan nyata yang telah dipilih dan diedit untuk memenuhi tujuan dan kriteria pendidikan (De Graaff & Kolmos, 2003:658). Adapun tahapan atau fase pada model PBL ini yaitu mengorientasikan siswa pada masalah dan mengorganisasikan siswa untuk belajar. Lalu membimbing penyelidikan individual maupun kelompok, mengembangkan dan menyajikan hasil karya, serta menganalisis dan mengevaluasi proses pemecahan masalah.
Di samping beberapa keuntungan yang dimiliki PBL, Arends mengemukakan bahwa guru yang menggunakan pembelajaran berbasis masalah ini juga dapat menghadapi tantangan. Seperti jadwal sekolah yang tidak fleksibel dan aturan yang membatasi pergerakan siswa. Untuk mengatasi permasalahan tersebut, sangat diperlukan media yang mempermudah pembelajaran bagi guru dan siswa agar tidak dibatasi oleh waktu dan dapat dilakukan dimana saja.
Pembelajaran tidak hanya berlangsung di dalam kelas, namun juga dapat dilakukan di forum diskusi secara synchronous atau asynchronous, yaitu melalui media aplikasi Edmodo. Edmodo merupakan salah satu platform yang diilustrasikan seperti Facebook untuk institusi pendidikan. Edmodo memungkinkan guru untuk berkomunikasi dengan siswa, membagikan materi pembelajaran, memberikan siswa tugas rumah, diskusi dan ulangan online, dan lain-lain.
Dengan Edmodo, guru dan siswa juga dapat menggunakan fitur-fitur yang aman untuk berkomunikasi, berbagi pengetahuan dan informasi. Baik berupa teks, gambar, video, link atau audio. Sehingga pembelajaran tatap muka dapat dimaksimalkan untuk mencapai target pembelajaran. Subtansi pembelajaran matematika tercipta secara menyenangkan siswa dan memberikan stimulus pengutan konsep matematika. (*)