Oleh: Silvia Indriani, S.Pd.SD, M.Pd
Kepala Sekolah SD 2 Mijen, Kec. Kaliwungu, Kab. Kudus
PERKEMBANGAN intelektual anak akan sangat dipengaruhi oleh tempat, dimana anak bertempat tinggal. Pendidikan dalam keluarga juga sangat berpengaruh. Pendidikan dalam keluarga adalah pendidikan yang utama dan pertama. Tingkah laku anak merupakan gambaran nyata kebisaan dan cara hidup kedua orang tuanya. Namun, karakter yang seharusnya sudah terbentuk belum mencapai tujuan yang di harapkan. Hal ini dapat dapat dilihat dari kehidupan beragama yang masih kurang dalam pembelajaran sehari-hari. Selain itu juga terlihat dari sikap ketidakpedulian terhadap lingkungan sekitar.
Memang tidak semua masalah dapat terselesaikan dengan cepat dan baik. Maka, penulis menganalisis setiap permasalahan. Sehingga dapat diambil langkah yang cepat dan tepat untuk mengatasi permasalahan ini. Penulis berasumsi bahwa pembelajaran harus dikembalikan ke dasar pendidikan yang berbasis pada keluarga. Diimplementasikan dalam pembelajaran di sekolah dalam bentuk sebuah gerakan bersama yang disebut Gerakan Karakter Peduli Lingkungan (GKPL).
Gerakan ini adalah gerakan membersihkan diri baik lahir dan batin. Sehingga akan tercipta situasi dan kondisi yang enak dan nyaman untuk belajar. Sekolah akan benar-benar menjadi rumah kedua dan dilandasi sikap religius dan peduli terhadap lingkungan. Sikap religius diwujudkan dengan kegiatan lebih mendekatkan kepada pencipta/beribadah. Kemudian peduli lingkungan dengan mengurangi sampah plastik di sekolah seminim mungkin dengan gerakan zero sampah.
Pendidikan karakter adalah pembentukan watak serta kepribadian yang disengaja untuk menciptakan situasi dan kondisi yang diinginkan. Pendidikan karakter adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja untuk mengembangkan karakter yang baik (good character) berlandaskan kebajikan-kebajikan inti (core virtues) yang secara objektif. Baik bagi individu maupun masyarakat. (Lickon 1991; Marvin W, Berkowitz Melinda C. Bier, 2005).
Sedangkan menurut Saptono dalam bukunya Dimensi-dimensi Pendidikan Karakter, ada empat alasan perlunya sekolah lebih bersungguh-sungguh menjadi tempat terbaik bagi pendidikan karakter. Pertama, banyak keluarga (tradisional maupun non tradisional) yang tidak melaksanakan pendidikan karakter. Kedua, sekolah tidak hanya bertujuan membentuk anak yang cerdas, tetapi juga anak yang baik.
Ketiga, kecerdasan anak hanya bermakna manakala dilandasi dengan kebaikan. Keempat, membentuk anak didik agar berkarakter tangguh bukan sekedar tugas tambahan bagi guru. Melainkan tanggung jawab yang melekat pada perannya sebagai seorang guru. Penerapan GKPL dalam membangun sekolah berkarakter di SD 2 Mijen Kecamatan Kaliwungu Kudus tidak serumit yang kita banyangkan. Akan tetapi perlu adanya kesabaran dan ketegasan dalam penerapannya.
Ki Hajar Dewantara memberikan pengajaran, agar para guru menganut slogan ing ngarso sung tuladha, ing madya mangun karso, dan tut wuri handayani. Ing ngarso sung tuladha. Penerapannya Gerakan Bersih yakni seorang pendidik dalam bebersih hati memberikan contoh yang paling depan. Tidak hanya memerintah secara teori untuk melaksanakan, akan tetapi seorang guru betul-betul melaksanakan dengan sepenuh hati. Yakni dengan bagaimana seorang guru beribadah tepat waktu dan bertutur kata yang lemah lembut sehingga menjadi tauladan bagi peserta didiknya. Dalam bebersih lingkungan, bagaimana seorang pendidik memberikan contoh cara mengurangi dan memanfaatkan sampah yang ada di sekolah.
Ing madya mangun karso pada prinsipnya siswa sangat perlu arahan dan bimbingan. Maka tidak henti-hentinya guru memberikan semangat untuk bebersih hati dan bebersih lingkungan akan bermanfaat bagi diri sendiri dan tentunya turut melestarikan kelangsungan bumi ini. Tut wuri handayani tidak selamanya gerakan bersih, pendidik ada didepan. Akan tetapi mungkin tiba saatnya siswa yang harus di depan. Tugas kita memberikan dorongan agar gerakan bersih dapat dilaksanakan dengan baik. (*)