Oleh: Kustini, S.Pd.SD
Guru SD 5 Temulus, Kec. Mejobo, Kab. Kudus
PEMBENTUKAN kemampuan siswa di sekolah dipengaruhi oleh proses belajar yang ditempuhnya. Untuk menciptakan proses belajar yang efektif, hal yang harus dipahami guru adalah fungsi dan peranannya dalam pembelajaran. Yaitu sebagai pembimbing, fasilitator, narasumber, atau pemberi informasi.
Proses belajar yang terjadi tergantung pada pandangan guru terhadap makna belajar akan mempengaruhi aktivitas siswa-siswanya. Dengan demikian, proses belajar perlu disesuaikan dengan tingkat perkembangan siswa. Untuk mendukung hal tersebut, diperlukan pemahaman para guru mengenai karakteristik siswa dan proses pembelajarannya. Khususnya di tingkat pendidikan sekolah dasar (SD) kelas rendah.
Tingkatan kelas di SD dapat dibagi menjadi dua, yaitu kelas rendah dan kelas tinggi. Kelas rendah terdiri dari kelas 1, 2, dan 3. Sedangkan kelas tinggi terdiri dari kelas 4, 5, dan 6 (Supandi, 1992:44).
Ada sejumlah tantangan bagi guru yang mengajar di SD. Siswa yang berada di kelas rendah cenderung rasa ingin tahunya tinggi. Apa saja bisa mereka tanyakan kepada gurunya. Oleh karena itu, guru harus memiliki perencanaan yang matang sebelum memulai kegiatan belajar. Dengan begitu, Anda tidak akan kesulitan ketika siswa memberikan banyak pertanyaan.
Dalam hal ini, guru harus memiliki pola ajar yang kreatif. Di tengah usianya yang memiliki rasa ingin tahu yang tinggi dan semangat belajar. Maka ini manjadi kesempatan bagi setiap guru untuk memberikan pembelajaran yang maksimal dan kreatif. Dengan pembelajaran kreatif, siswa bisa tumbuh dengan kemampuan akademik yang mumpuni.
Tantangan lain yang akan dihadapi dalam pembelajaran yaitu interaksi antara guru dan siswa yang kurang terjalin dengan baik. Ketika seorang guru memiliki karakter galak, cuek, tidak fleksibel, dan cenderung mudah marah, hal itu akan membuat anak merasa takut.
Ketika mengajar anak SD, maka harus menyesuaikan karakter pengajar dengan kondisi siswa di kelas. Apakah mereka bisa paham materi yang Anda jelaskan jika guru bersikap keras, atau justru sebaliknya?
Proses belajar tidak sekadar menghafal konsep-konsep atau fakta-fakta belaka, tetapi kegiatan menghubungkan konsep-konsep untuk menghasilkan pemahaman yang utuh. Sehingga konsep yang dipelajari akan dipahami secara baik dan tidak mudah dilupakan.
Materi pembelajaran harus dikaitkan dengan konsep-konsep yang sudah dimiliki siswa. Sehingga konsep-konsep baru tersebut benar-benar terserap oleh siswa. Agar terjadi belajar bermakna, maka guru harus selalu berusaha mengetahui dan menggali konsep-konsep yang telah dimiliki siswa. Kemudian membantu memadukannya secara harmonis konsep-konsep tersebut dengan pengetahuan baru yang akan diajarkan.
Peserta didik dikelas rendah bersifat operasional konkret. Jika konsep dasar yang diberikan guru salah, maka akan terbawa sampai dewasa. Semuanya harus nyata. Pendidik tidak boleh salah dalam memberikan konsep dasar kepada anak.
Contoh mudah, misalnya pada keterampilan menulis. Jenis huruf yang digunakan guru harus baku, tidak boleh miring kanan atau kiri. Oleh karena itu para calon pengajar muda harus belajar menulis menulis dengan huruf latin kembali, layaknya anak kelas 1 SD. Suatu hal yang tidak mudah. Kadang dirasa lebih mirip melukis daripada menulis. Karena harus berhati-hati agar tidak ada huruf yang salah.
Lalu yang tak kalah penting adalah pengembangan sikap ilmiah pada siswa kelas rendah. Hal ini dapat dilakukan dengan cara menciptakan pembelajaran yang memungkinkan siswa berani mengemukakan pendapat dari rasa ingin tahu yang dimilikinya.
Pembelajaran di kelas rendah SD tidak harus selalu dilakukan dengan ceramah, tetapi dapat menggunakan beberapa metode mengajar yang memungkinkan siswa beraktivitas tinggi. Belajar akan lebih bermakna jika anak mengalami langsung apa yang dipelajarinya dengan mengaktifkan lebih banyak indra, daripada hanya mendengarkan penjelasan dari guru. (*)