SLEMAN, Joglo Jogja – Produksi Semangka di Kabupaten Sleman pada 2022 lalu baru mencapai 176 ton. Jumlah itu baru mencukupi sekitar dua sampai empat persen pemenuhan kebutuhan konsumsi semangka bagi masyarakat Sleman. Sementara, stok semangka sebanyak 95 persen didatangkan dari luar Sleman.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Sleman, kebutuhan pangan masyarakat akan semangka adalah sekitar 65 gram per minggu. Jika jumlah tersebut dikalikan dengan penduduk Sleman sekitar yang sebanyak 1,2 juta jiwa, maka total kebutuhan konsumsinya sebanyak 4 ribu ton lebih per tahun.
Kepala Dinas Pertanian Pangan dan Perikanan (DP3) Suparmono mengungkapkan, pihaknya mendorong petani agar tidak hanya menanam padi. Namun dalam setahun dapat mengubah mengembangkan holtikultura, khususnya semangka. Sebab, komoditas ini memiliki peluang pasar yang besar.
“Kita dorong petani. Mari teman-teman petani kita tanam semangka karena kebutuhannya masih banyak,” ujarnya, belum lama ini.
Dikatakan, tanam semangka saat ini berkembang di wilayah Sleman timur. Selain di Selomartani, juga berkembang di Purwomartani. Putarannya berada di kawasan Kalasan karena dimungkinkan bisa mengganti komoditas tembakau.
Pemkab mendorong fasilitasi petani semangka melalui surat edaran maupun transfer teknologi di pertanian. Seperti halnya Sekolah Lapang (SL). Ada kursus dan pelatihan yang diikuti sekitar 450 petani per tahun. Anggaran yang disiapkan fasilitasi tersebut lebih dari Rp 10 miliar.
“Saat ini kami baru kembangkan. Untuk pemasarannya juga off taker-nya. Semangka di sini sudah ada pembelinya khusus. Untuk nge-drop di minimarket,” imbuhnya.
Meski demikian, kelemahan semangka hanya sekali musim tanam harus pindah. Tidak bisa dalam pola tanam setahun ditanam di lokasi yang sama. Karena hasilnya menjadi kurang optimal.
Oleh karena itu, diperlukan kekompakan kelompok tani setempat agar budi daya semangka ini bisa dikembangkan. Penasehat Sekolah Lapang Budi Daya Semangka Sawali menyebutkan, melalui SL petani sempat didorong untuk bisa membididayakan tanam semangka secara mandiri di lahan masing-masing.
“Pada 23 Maret kami mendapatkan sosialisasi di Kalurahan Selomartani mengenai sekolah lapang budi daya semangka. Lalu seminggu kemudian kami mempraktikkan, sebanyak 400 bibit ditanam di lahan seribu meter persegi,” terangnya.
Belum lama ini pihaknya juga telah melakukan panen semangka perdana dengan hasil melimpah. Pengembangan SL semangka ini dilakukan di lahan seluas 4 hektare. Seribu meter di antaranya untuk demonstration plot (denplot), yaitu aktivitas penyuluhan pertanian dengan cara memperagakan atau mempraktikkan teknik-teknik pertanian.
“Denplot seribu meter persegi itu, ditargetkan 4 ton. Dengan asumsi harga Rp 4 ribu per kilo sehingga mendapatkan Rp 8 juta dan dengan keuntungan bersih Rp 6 juta, dan sekali panen jaraknya 60-70 hari,” paparnya.
Setidaknya ada 513 hektare lahan di Kalurahan Selomartani. Jika seluruh petani mengembangkan 10 persen lahan yang dimilikinya, maka dapat menghasilkan omzet hingga miliaran rupiah.
“Apalagi sekarang harga semangka per kilogram sudah mencapai Rp 8 ribu,” tuturnya.
Sementara itu, Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo juga menghimbau petani di Sleman untuk menanam tanaman penyangga padi. Seperti tanaman holtikultura lainnya, termasuk tanaman perkebunan, perikanan, dan peternakan.
“Monggo nanti diusulkan tanah 513 hektare mana yang bisa dimanfaatkan, supaya pemanenan gantian dalam rangka mewujudkan ketahanan pangan,” demikian kata bupati. (cr5/mg4)