Oleh: Dr. KH. Rofiq Mahfudz, M. Si.
Pengasuh Ponpes Arrois Cendekia Semarang dan Wakil Sekretaris PWNU Jateng
MANUSIA mendapatkan kerhomatan sujud dari malaikat sebagai insan dan ciptaan Allah yang mulia. Salah satu kemuliaan dan keistimewaan yang diberikan oleh Allah SWT kepada manusia adalah kemampuan berfikirnya.
Namun di sisi lain, manusia juga tidak lepas dari perbuatan salah dan benar, baik dan buruk. Di antara dosa yang ada dalam pikiran atau hati adalah berprasangka buruk (su’u dzan).
Su’u dzan adalah perbuatan dimana seseorang memilik fikiran dan perasangka yang tidak baik, ia cenderung pada sifat negatif thinking terhadap sesuatu, baik terhadap sesama maupun sang pencipta.
Memang hal tersebut terlihat perbuatan sepele, karena seringnya manusia berbuat su’u dzan tanpa disadari. Namun, apabila ia sering dilakukan akan banyak mendorong pada kebiasaan buruk dan membuat manusia akan terjerumus pada dosa serta kerasnya hati.
Allah SWT berfirman: “Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa” (Al-Hujurat, ayat 12).
Ibnu Katsir dalam tafsirnya menyebutkan bahwa yang dimaksud prasangka tersebut adalah berprasangka buruk. Seperti mencurigai keluarga dan kaum kerabat serta orang lain dengan tuduhan yang buruk yang bukan pada tempatnya.
Bahkan dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW menyebut prasangka (buruk) sebagai “ucapan” yang paling dusta (HR. Al-Bukhari).
Imam Al-Ghazali menyebutkan bahwa su’u dzan hukumnya haram. Keharaman tersebut karena rahasia setiap orang hanya diketahui oleh Allah yang maha tahu akan yang ghaib. Sehingga kamu tidak boleh berburuk sangka dalam hatimu kecuali ada penglihatan jelas.
Su’u dzan secara tidak langsung akan mempengaruhi sikap dan emosi kita. Dan dalam kondisi tertentu menyebabkan kondisi mental yang tidak sehat. Terlebih, bila prasangka itu tidak benar, maka akan memancing dosa-dosa yang lain.
Oleh karena itu menjadi penting, untuk menjaga fikiran kita dengan mendorong pada parasangka-prasangka yang baik dan positif terhadap sesama. Agar fungsi kemanusiaan kita sebagai mahluk sosial yang berakal selalu menjadi sarana untuk kebaikan sesama dan sang pencipta. (*)