Teka-teki Silang Alternatif Strategi Pembelajaran

Oleh: Son’an, S.Pd
Guru SD 2 Temulus, Kec. Mejobo, Kab. Kudus

PENEMU permainan teka-teki silang adalah seorang bernama Arthur Wynne. Permainan teka-teki silang pertama kali dirancang dan disebarkan ke publik mulai 21 Desember 1913. Dulu permainan ini masih berbentuk belah ketupat. Design teka-teki silangnya menggunakan pola kristal berlian. Meski semua jawaban masih ditulis scara mendatar, namun tak kalah seru dengan teka-teki silang versi saat ini.

Sejak saat itu, teka-teki silang pun populer di Amerika hingga akhirnya menyebar ke seantero dunia. Di era modern, teka-teki silang kemudian dikembangkan sesuai dengan perkembangan zaman. Seperti di tahun 1997, sebuah perusahaan game digital Variety Games Inc membuat sebuah permainan teka-teki silang. Ini menjadi game digital pertama yang menjadi tonggak perkembangan teka-teki silang.

Permainan yang mengajak untuk mengasah otak ini ternyata bisa digunakan sebagai strategi pembelajaran. Strategi pembelajaran teka-teki silang bertujuan untuk membina dan mengembangkan kemampuan berpikir. Khususnya dalam ranah kognitif. Strategi ini menggabungkan permainan dan pembelajaran.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Melalui permainan tersebut, siswa akan lebih menikmati proses pembelajaran yang berlangsung. Menyertakan permainan dalam strategi pembelajaran merupakan suatu hal yang penting untuk dipertimbangkan. Mengingat permainan adalah hal yang sangat menarik bagi siswa.

Pada strategi teka-teki silang, siswa akan mencari jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah disediakan. Strategi ini membuat peserta didik menjadi aktif dan pembelajaran pun menjadi menyenangkan. Dimana peserta didik akan merasa senang dalam belajar ketika ada tantangan yaitu dengan menggunakan permainan. Selain itu, dengan menjawab salah satu soal maka akan memancing siswa untuk dapat menjawab soal lain karena terbantu satu atau lebih huruf dari jawaban sebelumnya. Sehingga mereka akan lebih termotivasi dalam belajar.

Teka-teki silang dapat digunakan sebagai alternatif strategi pembelajaran yang berdampak pada pengembangan teori serta memotivasi para siswa untuk mengganti kebiasaannya yang hanya menghafalkan materi pada cara belajar mereka. Teka-teki silang dapat meningkatkan kerja sama antar siswa, merangsang siswa untuk aktif berpikir, serta membantu siswa untuk lebih teliti dalam menjawab setiap pertanyaan. Penggunaan strategi pembelajaran tersebut akan lebih menyenangkan dan meningkatkan aktivitas siswa. Sehingga akan berdampak pada hasil belajar siswa.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Strategi pembelajaran TTS adalah bagian dari salah satu strategi pembelajaran aktif (active learning) yang berakar di model pembelajaran konstruktivisme. Oleh karena itu, prinsip dari strategi pembelajaran TTS mengikuti prinsip dari konstruktivisme (Zaini, 2004:73). Yakni pertama, peserta didik harus selalu aktif selama pembelajaran. Proses aktif ini adalah proses membuat segala sesuatu masuk akal. Pembelajaran tidak terjadi melalui proses transmisi tetapi melalui interpretasi.

Kedua, interpretasi selalu dipengaruhi oleh pengetahuan sebelumnya. Ketiga, interpretasi dibantu oleh metode instruksi yang memungkinkan negosiasi pemikiran (bertukar pikiran) melalui diskusi, tanya jawab, dan lain sebagainya.

Baca juga:  Pembelajaran Diferensiasi dengan Bu Pop Meningkatkan Pemahaman Siswa Materi Pubertas

Keempat, tanya jawab didorong oleh kegiatan inkuiri (ingin tahu) para peserta didik. Jadi kalau peserta didik tidak bertanya, tidak bicara, berarti peserta didik tidak belajar secara optimal. Kelima, kegiatan belajar mengajar tidak hanya merupakan suatu proses pengalihan pengetahuan, tapi juga pengalihan keterampilan dan kemampuan.

Meski memiliki banyak kelebihan, strategi TTS ini memiliki sejumlah kelemahan. Di antaranya sedikitnya waktu pembelajaran yang tersedia. Sedangkan materi yang harus diajarkan sangat banyak, banyak mengandung unsur spekulasi.

Peserta yang lebih dahulu selesai (berhasil) dalam permainan teka-teki silang belum dapat dijadikan ukuran bahwa dia seorang siswa lebih pandai dari lainnya, dan adanya keengganan dari para guru untuk mengubah paradigma lama dalam pendidikan (Zaini, 2004:74). Kebanyakan guru sudah merasa nyaman dengan metode konvensional. Sehingga mereka enggan untuk mencoba hal-hal yang baru karena dianggap merepotkan. (*)