Belajar Lapangan dengan Memahami Perilaku Kesehatan Masyarakat Baduy

Petugas kesehatan Puskesmas Cisimeut
SIGAP: Petugas kesehatan Puskesmas Cisimeut saat memeriksa tumbuh kembang anak di permukiman suku Baduy, belum lama ini. (DOK. PRIBADI/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Melayani masyarakat yang masih cukup tertinggal dan jauh dari teknologi, merupakan tantangan yang menarik bagi sebagian orang. Hal ini dirasakan oleh petugas dan bidan Puskesmas Cisimeut, Kabupaten Lebak, Banten.

Belum lama ini, mereka melayani masyarakat suku Baduy yang berada di wilayah Kabupaten Lebak dihadapan para mahasiswa Doktor Kesehatan Masyarakat (DKM) Universitas Diponegoro Semarang. Didampingi Ketua Program Doktor, Dr. dr. Bagoes Widjanarko, MPH., MA., mereka tinggal ditengah masyarakat suku Baduy untuk mempelajari perilaku dan budaya setempat terkait kesehatan.

“Tidak sepenuhnya kata tertinggal harus tersemat bagi suku Baduy, karena mereka sudah cukup mengenal program-program kesehatan yang disampaikan oleh para petugas kesehatan setempat,” ungkap Iton Rustandi, petugas kesehatan Puskesmas Cisimeut, belum lama ini.

Baca juga:  Agustina-Iswar Dapat Nomor 1, Yoyok-Joko 2

Menurutnya, masyarakat suku Baduy Luar cukup mudah berinteraksi dan beradaptasi dengan perkembangan yang ada. Meskipun, di tempat tinggal mereka mereka tidak dijumpai adanya aliran listrik dan jaringan internet.

“Mereka tidak bersekolah dan tidak dapat baca tulis. Akan tetapi sifat gotong royong dan kebersamaan ditengah masyarakat, menjadi kekuatan tersendiri bila dibimbing dan dibina dengan baik,” kata Iton.

Satu contoh perilaku kesehatan yang ada di masyarakat suku Baduy adalah mereka sudah mengenal manfaat air susu ibu (ASI), yang mereka sebut dengan air tetek sebagai bahan makanan utama bayi dan balita. Umumnya mereka memberikan ASI sampai anak berusia 2 tahun. Mereka tidak mengenal susu formula, dan mereka mulai memberi makanan tambahan berupa biskuit dan pisang setelah anak berusia 2 bulan.

Baca juga:  Lunching WMK, Udinus Beri Wadah Mahasiswa Jadi Technopreneur

Bidan Puskesmas Cisimeut, Eros Rosita juga mengungkapkan bahwa masyarakat Baduy sangat menjaga lingkungan tempat tinggal mereka agar tidak tercemar oleh bahan kimia. Terutama bagi masyarakat suku Baduy Dalam.

“Bagi masyarakat Baduy Luar, sudah relatif mendapat pengaruh dari kehidupan di dunia luar. Mereka sudah menggunakan peralatan mandi, dan sebagian juga sudah mengenal telepon selular walau dengan cara diam-diam,” ujarnya.

Berada di tengah masyarakat suku Baduy, Ari Udijono, mahasiswa Program Doktor Kesehatan Masyarakat mengaku disuguhkan kehidupan alami tanpa adanya listrik dan jaringan internet. Sehingga tidak ada akses atau komunikasi dengan dunia luar.

Baca juga:  Pj Gubernur Jateng Kukuhkan 6 Penjabat Semantara Kepala Daerah

“Akses internet dijumpai di daerah perbatasan dimana kendaraan harus ditinggal dan melanjutkan perjalanan dengan berjalan kaki selama kurang lebih satu setengah jam melalui jalan setapak,” terangnya.

Dilaporkan, selain menjalani kehidupan langsung di tengah masyarakat suku Baduy, mahasiswa juga mengikuti kegiatan posyandu. Jarak yang sangat jauh antar desa dan tanpa ada kendaraan, memaksa para mahasiswa berjalan kaki dalam waktu yang cukup lama. Meskipun demikian, sebagian masyarakat telah dapat menerima program-program kesehatan yang disampaikan oleh para petugas dan bidan Puskesmas Cisimeut. (*/mg4)