Oleh: Diah Dwi Lestari, S.Pd
Guru BK SMKN 1 Karangawen, Kab. Demak
PENDIDIKAN merupakan jalur utama yang harus ditempuh manusia untuk ikut dalam perkembangan zaman untuk membekali generasi baru dengan pengetahuan dan keterampilan yang dibutuhkan. Menurut Soikhurojib (2009:89), bimbingan dan konseling merupakan salah satu disiplin ilmu yang secara profesional memberikan pelayanan bimbingan kepada peserta didik. Kegiatan layanan bimbingan dan konseling tidak bisa dilakukan secara sembarangan, namun harus berangkat dan berpijak dari suatu landasan yang kokoh.
Di sekolah, sangat mungkin ditemukan siswa yang bermasalah dengan menunjukkan berbagai gejala penyimpangan perilaku yang merentang dari kategori ringan sampai dengan berat. Upaya untuk menangani peserta didik yang bermasalah melalui bimbingan konseling sama sekali tidak menggunakan bentuk sanksi apapun. Tetapi lebih mengandalkan pada terjadinya kualitas hubungan interpersonal yang saling percaya di antara konselor dan peserta didik yang bermasalah dengan mecari solusi dari permasalahan tersebut.
Bullying merupakan bentuk perilaku menyimpang yang terjadi di sekolah. Pelaku bullying tidak pernah mempedulikan kenyamanan orang lain. Bullying bisa membentuk sebuah kepribadian yang menempatkan seorang peserta didik pada perjalanan dan pengalaman hidup yang kelam. Sedangkan mereka yang menjadi korban bullying sering mengalami ketakutan untuk sekolah dan menjadi tidak percaya diri serta merasa tidak nyaman dan tidak bahagia. Aksi bullying menyebabkan seseorang menjadi terisolasi dari kelompok sebayanya. Teman sebaya tidak mau berteman dengan korban bullying karena mereka bisa menjadi target selanjutnya.
Faktor utama bullying adalah lingkungan dan keluarga. Maka dari itu, orang tua sangat berperan penting dalam membentuk karakter anak. Sebab, seorang anak akan merefleksikan apa yang didapat di rumah akan direalisasikan di sekolah maupun masyarakat. Ketika anak menerima pesan negatif berupa hukuman fisik maupun non fisik di rumah, maka mereka akan cenderung mengikuti perlakuan tersebut di lingkungan dimana anak tersebut berada.
Pendekatan humanistik merupakan salah satu pendekatan yang dapat digunakan guru BK dalam membantu mengentaskan permasalahan yang dialami peserta didik. Dimana pendekatan humanistik lebih menekankan pada proses belajar.
Perilaku bullying baik korban maupun pelaku memiliki trauma tersendiri sehingga dapat dimanfatkan untuk belajar dari masa lalu. Menurut Maslow dalam Sumardi (1992:20), belajar merupakan serangkaian proses yang harus dilalui untuk mengaktualisasi diri. Dorongan untuk menuju ke arah yang lebih baik sangat diperlukan dalam pendekatan ini.
Pendekatan humanistik lebih mengarahkan siswa untuk berpikir induktif, mementingkan pengalaman, serta membutuhkan keterlibatan siswa secara aktif dalam proses belajar. Untuk korban bullying lebih bebas untuk mengungkapkan keinginannya dan dapat mengeksplorasi dirinya seperti apa yang diinginkan sehingga meminimalisir trauma itu terjadi. Pelaku bullying juga dapat diarahkan untuk memahami potensi dasarnya sendiri. Dengan begitu, mereka dapat mengeksplor bakat dan minatnya untuk menjadi proses belajar.
Yayasan Sejiwa (2008) menyatakan bahwa bullying merupakan suatu dimensi dimana terjadi penyalahgunaan kekuatan atau kekuasaan oleh seseorang atau sekelompok orang. Bullying merupakan tindakan yang menyalahi kekuatan dan kekuasaan yang bersifat merugikan orang lain baik secara fisik maupun psikis. Sehingga korban merasa dibawah tekanan dan cenderung tidak berdaya.
Dengan pendekatan humanistik, baik pelaku maupun korban bullying akan mendapat pengaruh yang besar dalam proses belajar di sekolah. Untuk itu, guru BK sangat berperan penting dalam memberikan pemahaman kepada siswa terkait bullying serta dampaknya.
Guru BK juga perlu memberikan bimbingan dan konseling kepada semua siswa agar mereka bisa memahami berbagai hal tentang bullying. Upaya tersebut dilakukan untuk mendorong perkembangan siswa secara optimal dan positif dalam bersikap dan berperilaku. (*)