Oleh: Dra. Lilik Eko Pudjinastuti, M.Si
Guru SMA Negeri 2 Mranggen, Kab. Demak
PEMBELAJARAN sejarah setidaknya memiliki empat kegunaan. Yaitu bersifat edukatif, instruktif, dan rekreatif (Meilani dan Febrianti: 2019). Sumber belajar pada hakikatnya merupakan komponen sistem instruksional yang meliputi pesan, orang, bahan, alat, teknik, dan lingkungan. Hal itu dapat mempengaruhi hasil belajar siswa (Mudhoffir dalam Munandi, 2018).
Penggunaan sumber belajar yang kaya akan nilai historis seperti sejarah lokal dapat melatih kemampuan berpikir sejarah dan keterampilan peserta didik. Namun, penerapan pembelajaran sejarah di sekolah masih banyak yang belum inovatif dan hanya mengandalkan kemampuan guru untuk mentransfer ilmu yang dimilikinya. Sehingga menjadikan pelajaran sejarah membosankan.
Karena tidak memberikan sentuhan emosional, siswa merasa tidak terlibat aktif dalam proses pembelajaran. Hal itu berakibat buruk untuk jangka waktu panjang dan berpotensi memunculkan generasi yang mengalami “amnesia sejarah”. Di samping itu pemanfaatan sejarah lokal dalam pembelajaran di sekolah masih sangat minim. Pembelajaran sejarah di sekolah lebih fokus pada sejarah nasional. Dimana tokoh dan peristiwa jauh dari lingkungan sosial siswa, terutama di luar Jawa. Padahal, peristiwa dan peran tokoh di daerah lain yang tidak sedikit dan tidak kalah pentingnya.
Materi pembelajaran sejarah yang diberikan kepada siswa SD hingga SLTA tidak berbeda, sehingga tidak menarik. Untuk mengatasi permasalahan dalam pembelajaran sejarah tersebut, pendidik dapat mengembangkan potensi dari sejarah lokal sebagai sumber belajar sejarah yang di dalamnya terdapat bukti-bukti peninggalan sejarah yang ada di lingkungan sekitar. Kemudian memberikan gambaran tentang persitiwa masa lampau.
Pembelajaran sejarah dapat menjadi lebih menarik jika dikontekstualisasikan dengan lingkungan sekitar melalui sejarah lokal. Sejarah lokal diartikan sebagai suatu kejadian masa lalu dari kelompok masyarakat tertentu dari letak geografis tertentu, serta mengandung suatu peristiwa dalam lokasi yang kecil. Baik di desa atau wilayah administratif seperti kota dan kabupaten (Purnamasari dan Wasino,2011).
Kata lokal itu berarti menunjukan tempat atau wilayah. Lokal tidak identik dengan nama kota karena lokal itu sendiri dapat juga menceritakan sebuah kelompok masyarakat. Secara sederhana, dapat diartikan sebagai kisah masa ataupun peninggalan masa lampau dari sebuah kelompok masyarakat yang terletak pada wilayah khusus. Peninggalan sejarah dapat berupa bentuk fisik. Seperti candi, babad, kitab, monumen, dan lain sebagainya (Sudarwani, 2015).
Pembelajaran sejarah yang memanfaatkan sejarah lokal juga dapat memperkaya pengetahuan serta membentuk identitas siswa. Kemudian menyadarkan siswa bahwa mereka memiliki masa lalu sendiri di lingkungan mereka. Lalu memberikan stimulus langsung terhadap siswa akan saksi, pelaku, ataupun peninggalan sejarah.
Siswa dapat berinteraksi langsung dan bertanya tentang sisi kehidupan dari pelaku sejarah. Sehingga siswa dapat mentauladani nilai-nilai serta meresapi jiwa kepemimpinan para terdahulu (Wibowo, 2016). Dilihat secara sosio-psikologis bisa membawa siswa secara langsung mengenal dan menghayati lingkungan masyarakatnya. Dimana mereka merupakan bagian di dalamnya (Mahoney, 2017). Terlebih lagi jika pembelajaran sejarah lokal tersebut dikombinasikan dengan teknologi-teknologi yang terkini, siswa akan dapat mengenal sejarah disekitar mereka dengan mudah. Pemanfaatan sejarah lokal sebagai sumber pembelajaran sejarah dapat diintegrasikan sejalan dengan pembelajaran sejarah nasional dan harus memperhatikan relevansi dari sumber sejarah lokal dan materi yang diajarkan.
Dari paparan di atas dapat dapat disimpulkan bahwa sejarah lokal menjadi suatu bagian penting dalam pembelajaran sejarah. Melaui pembelajaran sejarah lokal, bahan belajar akan lebih mudah diserap.
Siswa lebih mengenal kondisi lingkungan, meningkatkan pengetahuan mengenai daerahnya, serta dapat menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang dipelajarinya untuk memecahkan masalah yang ditemukan di sekitarnya. Siswa juga menjadi akrab dengan lingkungannya. Pembelajaran menyenangkan, minat dan hasil belajar meningkat. (*)