Oleh: Fifiyati Agustinah, S.Pd.SD
Guru SDN 2 Tambakrejo, Kec. Wirosari, Kab. Grobogan
MENJADI guru yang dicintai oleh anak didiknya adalah hal yang diinginkan oleh seorang guru. Menjadi guru harus dituntut sabar dalam menghadapi berbagai karakter anak didik salah. Satunya jika kita menjumpai anak autis seperti yang saya alami, di SD 2 Tambakrejo. Saya mempunyai dua anak didik yang sangat special, berbeda dengan peserta didik lainya.
Seharusnya kedua anak didik tersebut bersekolah di sekolah khusus. Akan tetapi karena faktor ekonomi dan wilayah tempat tinggal kami belum ada sekolah yang khusus menanggani anak berkebutuhan khusus belum ada, maka kita sebagai pendidik harus bersedia menerima anak berkebutuhan khusus tersebut untuk dapat bersekolah di SDN 2 Tambakrejo. Karena setiap warga Negara berhak mendapatkan pengajaran yang layak tanpa pengecualian.
Autis adalah kondisi dimana ada masalah kompleks pada gangguan syarafnya. Dampak yang ditimbulkan adalah adanya masalah pada syarafnya. Sehingga mereka susah untuk berinteraksi dengan orang lain. Jika kita dihadapkan dengan anak didik seperti ini maka kunci kesabaran bagi seorang guru yang harus kita punya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, sabar mempunyai dua makna. Pertama, tahan menghadapi cobaan (tidak lekas marah, tidak lekas putus asa, tidak lekas patah hati), tabah. Kedua, tenang, tidak tergesa-gesa, dan tidak terburu nafsu. Menjadi seorang guru harus mempunyai sifat penyabar dalam menghadapi berbagai karakteristik siswa di kelas.
Gejala autis sangat beragam dan setiap anak mempunyai gejala yang berbeda–beda. Namun secara umum ciri anak autis mempunyai gejala karakteristik utama. Pertama, gangguan komunikasi dan hubungan sosial. Kedua, cenderung melakukan perilaku yang berulang. Semisal anak autis tersebut menata mainanya jika ada salah satu temanya mengubah posisi/menggesernya maka dia akan marah, anak autis akan selalu mengulang kata yang sama. Mudah marah jika ada perubahan kecil pada rutinitas sehari-hari, dan fokus pada salah satu obyek saja.
Cara menghadapi anak autis dikelas adalah sebagai berikut. Pertama, seorang guru garus lebih sabar dalam menghadapinya, karena anak autis memerlukan penanganan khusus. Kedua, guru memberikan penjelasan kepada siswa yang satu kelas dengan anak autis tersebut untuk tidak meremehkan atau membullynya.
Ketiga, tidak memaksakan anak autis. Keempat, seorang guru harus mempunyai cara untuk bisa berkomunikasi secara efektif dengan anak. Kelima, seorang guru bisa memilih atau menggunakan media yang tepat untuk mempermudah anak autis dalam mendapatkan materi dari guru. Keenam, guru menciptkan suasana yang kondusif dalam pembelajaran. Ketujuh, guru melakukan pengulangan materi agar anak autis bisa memahami materi apa yang diajarkan.
Hal yang perlu disadari ketika kita memiliki anak autis adalah anak autis mempunyai tingkat pemahaman yang berbeda dengan siswa normal lainnya. Sehingga diperlukan tingkat kesabaran yang tinggi dalam mengajarnya.
Guru tidak boleh memperlihatkan sikap kasar kepadanya. Ketika kita dalam mengajar anak autis dengan usaha berbagai cara tetapi dia tak kunjung mengerti, apalagi melakukan kekerasan fisik kepada anak autis sebagai sasaran kemarahan seorang guru. Jadi yang harus dilakukan adalah harus sabar dan berusaha mengajar dengan kemampuan terbaik.
Anak autis bukan terlahir karena keinginannya, tetapi sudah menjadi kehendak Tuhan. Jadi kita sebagai guru jangan bersikap diskrtiminatif terhadap anak autis. Karena bagaimanapun mereka ciptaan Tuhan.
Seandainya semua orang tua kalau bisa memilih tidak ada yang mau mempunyai anak autis, semua berharap bisa terlahir secara normal. Jadi sebagai guru kita harus bisa melayani berbagai karakter anak yang akan kita jumpai di sekolah. Kita harus mempunyai sifat penyabar untuk menghadapinya. (*)