Oleh: Fitriyanto, S.Pd.SD
Kepala SD 1 Kedungdowo, Kecamatan Kaliwungu, Kudus
PENDIDIKAN yang memerdekakan pada hakikatnya pembelajaran berpihak atau berpusat kepada murid (student-centered learning) yang sudah dikembangkan oleh Ki Hadjar Dewantara (KHD) sejak tahun 1922 di perguruan Taman Siswa. Dalam pembelajaran ini, murid memainkan peranan penting dengan bimbingan guru. minat, gaya, dan kesiapan belajar siswa ditempatkan sebagai prioritas sehingga tercipta pembelajaran yang menyenangkan (joyful learning).
KHD lebih lanjut menyatakan bahwa pengajaran bersifat memerdekakan manusia dari aspek hidup lahiriah (uiterlijke vrijheid) yaitu kemiskinan dan kebodohan. Sedangkan pendidikan mengarah pada memerdekakan manusia dari aspek hidup batin (innerlijke vrijheid) yaitu otonomi berpikir dan mengambil keputusan, martabat, mentalitas demokratik. Pendidikan hendaknya disesuaikan dengan kodrat alam yang berkaitan dengan sifat dan bentuk lingkungan anak berada serta kodrat zaman yang merupakan muatan atau konten pengetahuan yang diadopsi sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan konteks sosial budaya di Indonesia.
Sebuah praktik baik dalam pendidikan yang memerdekakan setidaknya harus memenuhi kriteria, yaitu berpihak kepada murid atau sesuai dengan kebutuhan murid yang didasarkan kepada empati kepada murid, dan berdampak kepada murid atau dengan kata lain ada bukti nyata perubahan positip yang dirasakan oleh murid dan bisa ditiru /direduplikasi (dapat dirasakan oleh lebih banyak murid).
Berkenaan dengan hal di atas, coaching memainkan peranan yang sangat penting karena membuat murid merdeka dalam belajar untuk mengeksplorasi diri guna mencapai tujuan pembelajaran dan memaksimalkan potensi yang dimilikinya. Pendidik sebagai coach harus memberikan tuntunan dan arahan agar murid (coachee) tidak kehilangan arah dan membahayakan dirinya melalui pertanyaaan pertanyaan efektif dalam suatu komunikasi asertif.
Komunitas Belajar Profesional merupakan sekumpulan orang yang tergabung berdasarkan ikatan profesi yang secara bersama-sama melakukan perubahan dan perbaikan keprofesian dalam rangka meningkatkan kualitas diri sendiri serta kualitas organisasi profesi. Komunitas ini dibangun dengan berlandaskan pada prinsip kolaborasi, kolegial, dan mutualisme dengan mengembangkan kemampuan refleksi diri. Dengan demikian, Komunitas Belajar Profesional bisa menjadi wadah yang tepat bagi guru untuk meningkatkan kompetensi. Hal ini berdasarkan fakta bahwa profesi guru berkaitan dengan upaya menyiapkan peserta didik agar mampu bersaing dalam dunia yang berubah dengan sangat cepat.
Salah satu ciri dari Komunitas Belajar Profesional yaitu adanya refleksi dari guru secara teratur yang digunakan sebagai dasar untuk melakukan upaya meningkatkan kompetensi diri. Komunitas tersebut juga memberikan kesempatan kepada guru untuk bersama-sama mengembangkan kompetensi dengan prinsip kolegialitas, kolaboratif, dan mutualisme. Komunitas Belajar Profesional menawarkan sebuah cara yang dahsyat untuk menjamin guru-guru dalam merefleksi proses kerja dan kemudian memperbaikinya (Harris & Jones 2010:174).
Pembentukan komunitas belajar di sekolah memerlukan peran kepala sekolah dalam mengatur alur komunikasi sehingga tetap berjalan dengan lancar serta menjamin bahwa kegiatan dalam komunitas belajar tetap mengarah pada tujuan yang ditetapkan. Kepala sekolah juga harus berperan sebagai role model bagi spirit dalam melakukan perbaikan kompetensi melalui partisipasinya dalam Komunitas Belajar Profesional. Komunikasi yang dikembangkan di sekolah sejauh mungkin menerapkan sistem demokratis. Hal ini sejalan dengan pendapat Triatna (2015: 43) yang menyatakan bahwa proses dialog dalam konteks pengembangan sekolah harus terhindar dari mengistimewakan orang tertentu dari pada orang lainnya dalam komunitas. Kesabaran dan konsistensi dari semua anggota komunitas sangat diperlukan bagi keberlangsungan Komunitas Belajar Profesional.
Keberhasilan dalam membangun Komunitas Belajar Profesional dapat dilihat dari pencapaian indikatorindikator yang ditetapkan. Di antaranya, yaitu (a) terdiri atas guru-guru dengan keahlian yang berbeda, (b) adanya partisipasi secara kolegial di antara peserta, (c) adanya penyediaan fasilitas oleh pimpinan, (d) tindakan dilaksanakan berdasarkan orientasi kebutuhan dan selalu dilihat perkembangannya), (e) fokus terhadap perbaikan proses pembelajaran serta memaksimalkan dampaknya terhadap hasil belajar siswa, (f) adanya rasa saling menghormati dan mempercayai di antara anggota komunitas, dan (g) adanya kegiatan berbagi pengetahuan di antara anggota komunitas. (*)