Oleh: Devi Eka Setiyani, S.Pd.SD
Guru SDN 03 Ampelgading, Kec. Ampelgading, Kab. Pemalang
SELAMA ini, hal yang sering terjadi pada proses pembelajaran, guru masih memakai model pembelajaran yang konvensional. Murdiono (2012:4) berpendapat bahwa kegiatan pembelajaran dikelas benar-benar terpusat pada guru (teacher centered). Sehingga peran aktif peserta didik dalam proses pembelajaran tidak terlihat.
Proses pembelajaran yang masih berpusat pada guru dengan menggunakan model pembelajaran konvensional ini perlu dilakukan adanya perubahan dalam proses pembelajaran. Khususnya pada pembelajaran ilmu pengetahuan alam (IPA).
Pentingnya pendidikan IPA di sekolah dasar menuntut guru untuk menggunakan model pembelajaran yang tepat. Oleh karena itu, dibutuhkan cara pembelajaran yang dapat menyiapkan peserta didik untuk memiliki kompetensi yang baik dan melek sains serta teknoloogi. Kemudian mampu berpikir logis, kritis, kreatif, berargumentasi secara benar, dapat berkomunikasi, serta berkolaborasi (Yuliati, 2017).
Namun pada kenyataannya pembelajaran IPA seringkali dilaksanakan secara konvensional yang cenderung monoton. Sehingga pembelajaran hanya terpusat pada guru dengan metode yang kurang bervariasi yang tentunya menimbulkan rasa bosan dan minat belajarpun rendah. Anak kurang aktif dalam proses kegiatan pembelajaran.
Berdasarkan data PISA (Programe for International Student Assessment), kemampuan peserta didik di Indonesia dalam proses belajar IPA masih di bawah rata-rata jika dibandingkan dengan rerata skor internasional. Sedangkan secara umum berada pada tahapan pengukuran terendah PISA (Toharudin, 2011:19).
Rendahnya hasil belajar IPA ditengarai berhubungan dengan proses pembelajaran IPA yang belum memberikan peluang bagi peserta didik untuk mengembangkan kemampuan berpikir kritis dan bernalar tinggi. Pembelajaran IPA masih bercirikan transfer ilmu sebagai produk (fakta, hukum, dan teori) yang harus dihafalkan. Sehingga aspek IPA sebagai proses dan sikap benar-benar terabaikan (Istyadji, 2007:2).
Dengan adanya berbagai masalah tersebut, maka guru kelas 6 di SDN 03 Ampelgading melakukan kegiatan inovasi dalam pembelajaran. Yaitu dengan menggunakan model pembelajaran Arias (assurance, relevance, interest, assessment, and satisfaction).
Muhammat Rahman dan Sofan Amri (2014:2) menjelaskan bahwa model pembelajaran Arias adalah usaha pertama dalam kegiatan pembelajaran untuk menanamkan rasa yakin/percaya pada siswa. Kegiatan pembelajaran yang ada relevan terhadap kehidupan siswa, berusaha menarik, dan memelihara minat/perhatian siswa.
Model ini terdiri dari beberapa langkah. Langkah pertama adalah assurance. Yaitu penanaman rasa percaya diri. Apabila rasa percaya diri siswa telah tertanam mulai dari awal pembelajaran, maka siswa tidak akan malu lagi dalam menyampaikan pengetahuan yang telah mereka miliki.
Langkah kedua adalah relevance (relevansi atau keterkaitan). Yaitu adanya hubungan antara materi pembelajaran dengan kehidupan siswa, membuat mereka merasa apa yang mereka pelajari berguna, dan bermanfaat bagi kehidupannya.
Langkah yang ketiga adalah interest (menarik) pemberian kesempatan yang luas kepada siswa untuk menyampaikan ide atau gagasan yang mereka miliki. Yakni melalui kegiatan diskusi kelompok, serta membangkitkan dan memelihara minat siswa selama proses pembelajaran.
Langkah keempat adalah assesment (evaluasi). Siswa diberikan kesempatan untuk melakukan presentasi, menjelaskan, mengemukakan pendapat, dan mempertanggungjawabkan pendapatnya. Setelah proses tersebut, siswa diberikan tes (assesment). Selanjutnya, berdasarkan pada proses belajar siswa dan nilai yang diperoleh, siswa diberikan penghargaan untuk mendapatkan rasa bangga pada siswa terhadap hasil yang telah dicapai (satisfaction).
Dalam membangun proses pembelajaran di sekolah dasar, model pembelajaran Arias akan sangat membantu guru kelas 6 khususnya dan guru kelas lain pada umumnya dalam menyampaikan materi pembelajaran pada mata pelajaran IPA. Karena cirinya yang aktif, inovatif, kretif, dan menyenangkan. Sehingga juga akan meningkatkan hasil belajar serta perubahan perilaku lebih percaya diri pada siswa. (*)