Oleh: Faris Asa Novi, S.Pd
Guru SDN 04 Tanjungsari, Kec. Pemalang, Kab. Pemalang
MEMBACA merupakan kemampuan mendasar bagi siswa untuk dapat mengikuti proses pembelajaran di sekolah. Di kelas 1 sekolah dasar (SD), ada siswa yang masih mengalami kesulitan dalam belajar membaca. Di antaranya kesulitan mengenali huruf, membedakan huruf dan merangkai simbol dari huruf-huruf menjadi sebuah kata.
Siswa SD perlu memiliki ketrampilan membaca yang memadai. Penguasaan keterampilan membaca permulaan mempunyai nilai yang strategis untuk dapat menguasai mata pelajaran lain di SD. Oleh karena itu, semua siswa SD perlu diupayakan agar dapat membaca dan memiliki kelancaran dalam membaca.
Fakta di lapangan menunjukan bahwa pada prosesnya dalam menguasai kemampuan membaca, 70% anak masih mengalami kesulitan. Dalam kondisi tersebut, guru, orang tua, atau orang dewasa yang dekat dengan anak perlu mengupayakan bantuan dan pendampingan. Tujuannya agar anak yang mengalami kesulitan membaca tersebut segera mendapatkan penanganan yang tepat.
Salah satu upaya yang dilakukan adalah melakukan analisis kesulitan membaca permulaan. Melalui analisis kesulitan membaca pemulaan, maka akan diketahui aspek-aspek mana saja letak kesulitan membaca masing-masing siswa. Analisis ini perlu dilakukan sejak sedini mungkin.
Kesulitan lain yang siswa alami yaitu dalam merangkai huruf menjadi kata-kata. Ada siswa yang bahkan kesulitan dalam merangkai dua huruf saja. Misalkan huruf “b” dan “o” dirangkai menjadi “bo” dan huruf “l” dengan “a’ menjadi “la” seharusnya dibaca “bola”. Tetapi kata “bola” tersebut tidak terbaca “bola” oleh siswa. Terlebih untuk kata yang susunan huruf-hurufnya lebih kompleks seperti huruf konsonan rangkap, misalnya kata “nyamuk”, “mengeong”, dan “khawatir”. Hal ini terjadi karena anak tidak mengenal huruf.
Saat mengeja, kadang ada beberapa huruf yang masih hilang. Misalkan kata “menyanyikan” menjadi “menyanyi”. Sebagian anak tersebut mengangap huruf atau kata yang dihilangkan tidak diperlukan. Penyebab lainnya adalah karena meerka membaca terlalu cepat.
Siswa juga masih terbata-bata dalam mengeja ketika membaca rangkaian kalimat. Ketidaklancaran membaca ini terjadi karena siswa memusatkan perhatianya secara berlebihan pada proses decoding (Amitrya, A.Jayanti Wulansari & L.Gayatri Yosef, 2014).
Ada anak yang suka bercanda, bermain, lari-lari ketika disuruh membaca, dan ada siswa yang tidak fokus. Penyebab kesulitan membaca yang dialami oleh setiap anak dapat disebabkan oleh faktor internal pada diri anak itu sendiri atau faktor eksternal diluar diri anak.
Faktor internal internal pada diri anak meliputu faktor fisik, intelektual, dan psikologis. Sedangkan faktor eksternal di luar diri anak mencakup lingkungan keluarga dan sekolah (Farida Rahim, 2006:16).
Jumlah siswa kelas I SD Negeri 04 Tanjungsari sebanyak 25 siswa. Dari jumlah total tersebut, 10 anak mengalami kesulitan membaca pemula. Salah satu bentuk kesulitan membaca pemula tersebut yaitu kesulitan mengenali huruf.
Ada siswa yang belum mengenal beberapa huruf dengan baik atau bahkan sebagaian besar bentuk huruf. Hal ini dapat disebabkan oleh faktor neurologis pada bagian otak yang merekam huruf. Yaitu homohelogus yang terdapat pada bagian hemifer kiri. Turkeltaub, (2005:104) menyebutnya the homologous left hermisprocessing text.
Siswa dapat mengalami kesulitan dalam membedakan huruf yang bentuknya mirip seperti huruf “b” dengan “d”, “p” dengan “q”, “m” dengan “w”, dan sebagainya. Dalam kondisi tersebut, guru orang tua, atau orang dewasa yang dekat dengan anak perlu mengupayakan bantuan dan pendampingan. Tujuannya agar anak yang mengalami kesulitan membaca tersebut segera mendapatkan penangaan yang tepat. (*)