UIN Walisongo Tegaskan Program Ma’had Al-Jami’ah Mandatori Kemenag

Santriwati Ma’had Al-Jami’ah UIN Walisongo Semarang
BELAJAR: Santriwati Ma’had Al-Jami’ah UIN Walisongo Semarang. (HUMAS/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Universitas Islam Negeri (UIN) Walisongo Semarang mewajibkan mahasiswa barunya untuk mengikuti program Ma’had Al-Jami’ah yang diselenggarakan oleh pihak kampus. Pihak UIN menegaskan bahwa program ini merupakan mandatori dari Kementerian Agama melalui Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Islam Nomor 7272 Tahun 2019 tentang Pedoman Implementasi Moderasi Beragama pada Pendidikan Islam.

“Dalam keputusan tersebut dijelaskan bahwa pengembangan moderasi beragama dilakukan melalui Program Ma’had Al-Jami’ah yang ditujukan untuk mahasiswa di lingkungan Perguruan Tinggi Keagamaan Islam (PTKI). Dengan demikian, perlu dipertahankan dan diperkuat dengan manajemen mutu dan pengawasan serta evaluasi yang terukur,” kata Wakil Rektor Bidang Kemahasiswaan, Alumni, dan Kerjasama UIN Walisongo, Achmad Arief Budiman, Kamis (10/8).

Sementara itu, terkait adanya keluhan mutu layanan katering sebagaimana tergambar dalam video yang viral, Arief menyebut bahwa hal itu tidak sepenuhnya benar. Namun bagi UIN Walisongo, ini merupakan pengingat yang perlu direspon secara positif.

“Sehingga telah dilakukan evaluasi terhadap mutu layanan katering dan memberlakukan uji petik secara rutin sebagai upaya penjaminan mutu untuk periode selanjutnya,” tulis Achmad Arief dalam keterangan pers.

Ia menjelaskan, layanan katering bagi santri Ma’had al-Jami’ah bukanlah program wajib. Santri boleh memilih untuk meneruskan berlangganan katering pada bulan kedua atau berhenti berlangganan dan berupaya belanja sendiri untuk keperluan makan.

“Adapun untuk bulan pertama diputuskan disediakan katering sebagai upaya membantu memfasilitasi santri baru yang datang dari luar daerah, luar provinsi dan luar pulau, yang dimungkinkan belum cukup mengenali medan dan lingkungan kampus. Sehingga jika tidak dibantu penyediaan makanan, mereka akan kesulitan,” ujarnya.

Sementara, kata dia, pelibatan pondokan di sekitar kampus sebagai mitra pema’hadan tahun ini adalah tahun pertama, dan baru saja berjalan. Bahkan belum sampai waktunya untuk dilakukan monitoring dan evaluasi yang sudah dijadwalkan di akhir Agustus mendatang.

“Namun demikian, momentum ini akan dipergunakan secara positif untuk segera dilakukan evaluasi secara komprehensif, serta dilakukan koordinasi dengan pihak mitra dalam rangka memperbaiki dan melengkapi fasilitas yang ada,” tambahnya.

Sebelumnya, pada Senin (10/8) lalu, lebih dari 700 mahasiswa UIN Walisongo Semarang melakukan unjuk rasa di depan Rektorat UIN Walisongo Semarang. Presiden Mahasiswa UIN Walisongo, Faris Balya mengatakan terdapat empat tuntutan yang diajukan dalam demonstrasi. Pertama, pembatalan program Wajib Ma’had bagi mahasiswa baru, dimana program tersebut ditujukan bagi mahasiswa yang berminat saja.

Kedua, mengembalikan dana yang telah dibayarkan untuk Program Ma’had sebesar Rp 3 juta kepada mahasiswa. Ketiga, menuntut adanya transparasi penggunaan dana Ma’had. Terakhir, pengecaman terhadap pembungkaman kritisisme mahasiswa yang diduga dilakukan oleh para pimpinan. Lebih lanjut, Balya mengatakan lantaran tuntutan belum terpenuhi, akan ada aksi lanjutan di depan Menteri Agama RI, Yaqut Cholil Qoumas.

“Hari Jumat saya mendapatkan informasi bahwa gus menteri akan datang ke UIN Walisongo untuk acara seminar di Fakultas Kedokteran,” ujarnya. (hms/cr7/mg4)