Membentuk Karakter Peserta Didik ‘Renamagoin’ dengan 4 Pembiasaan

Oleh: Nurkholis, S.Pd.SD
Kepala SD N Rejosari 2, Kec. Mijen, Kab. Demak

UNDANG-undang nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 3 menyebutkan bahwa Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk karakter serta peradaban bangsa yang bermatabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sekolah Dasar adalah jenjang pendidikan formal terendah, dimana pendidikan penguatan karakter sangat diperlukan untuk membentuk pribadi yang kuat dan tangguh.

Melalui pendidikan karakter, diharapkan peserta didik dapat secara berdikari meningkatkan dan memakai pengetahuannya. Karakter dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai tabiat, sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan yang lain. Ki Hadjar Dewantara memandang karakter sebagai watak atau budi pekerti.

Renamagoin adalah singkatan dari religius, nasionalis, mandiri, gotong royong, dan integritas. Pertama, religius. Menurut Suparlan, religius merupakan sikap dan perilaku yang patuh dalam menjalankan ajaran agama yang dianut, toleran terhadap pelaksanaan ibadah agama lain, dan hidup rukun dengan pemeluk agama lain.

Kedua, nasionalis. Sikap karakter nasionalis merupakan cara berpikir, bersikap, dan berbuat yang menunjukkan kesetiaan, kepedulian, dan penghargaan yang tinggi terhadap bahasa, lingungan fisik, sosial budaya, ekonomi, dan politik bangsa. Ketiga, kemandirian. Dalam kamus psikologi, kemandirian berasal dari kata “independen” yang diartikan sebagai suatu kodisi dimana seseorang tidak tergantung pada orang lain dalam menentukan keputusan dan adanya sikap percaya diri (Champlin, 2011:343).

Keempat, gotong royong. Karakter gotong royong mencerminkan tindakan menghargai semangat kerja sama dan bahu membahu menyelesaikan persoalan bersama, menjalin komunikasi dan persahabatan, serta memberi bantuan atau pertolongan pada orang yang membutuhkan. Kelima, integritas. Yakni kejujuran, keadilan, keteladanan, kesetiaan, anti korupsi, tanggung jawab, cinta pada kebenaran.

Pendidikan karakter pembiasaan menurut E. Mulyasa merupakan metode yang paling tua. Ia mengartikan pembiasaan sebagai sesuatu yang secara sengaja dilakukan berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan.

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, mutu adalah (ukuran) baik dan buruk suatu benda; taraf atau derajat (kepandaian, kecerdasan, dsb.). Secara istilah, mutu adalah kualitas memenuhi atau melebihi harapan pelanggan. Dengan demikian mutu adalah tingkat kualitas yang telah memenuhi atau bahkan dapat melebihi dari yang diharapkan dalam penguatan karakter pada peserta didik.

Mengacu pada permasalahan yang muncul di SD Negeri Joho 01 yakni masih rendahnya nilai lima karakter pada peserta didik dan kondisi fisik sekolah serta mutu sekolah yang masih rendah, maka dipilihlah alternatif pemecahan masalah untuk menanamkan nilai karakter pada warga sekolah. Yakni melalui kegiatan pembiasaan, pembinaan terhadap guru-guru, melakukan kegiatan untuk menunjang religius dengan membuat musala. Lalu melakukan kerja sama antara sekolah dengan, wali murid, komite, masyarakat sekitar, serta dinas pendidikan.

Ada empat kegiatan pembiaasaan yang dilaksanakan di SD Negeri Joho 01. Pertama, pembiasaan rutin, yaitu kegiatan yang dilakukan secara reguler dan terus menerus di sekolah. Antara lain berdoa sebelum dan sesudah kegiatan pembelajaran di kelas, salat duha berjamaah untuk kelas I dan II, dan sholat zuhur berjamaah untuk kelas III-VI sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan.

Kedua, kegiatan spontan yaitu kegiatan yang tidak terikat oleh ruang dan waktu, dengan tujuan untuk menanamkan pendidikan spontan terutama bersikap disiplin dan sopan santun. Seperti membiasakan salam, senyum dan sapa saat bertemudengan bapak ibu guru, membiasakan antre saat ambil wudu, dan bersalaman dengan guru setelah apel pagi.

Ketiga, kegiatan terprogram. Yaitu kegiatan yang dilaksanakan secara bertahap sesuai dengan kalender pendidikan atau jadwal yang telah ditentukan. Keempat, kegiatan keteladanan, yang meliputi berpakaian rapi, berbicara dengan bahasa yang baik, serta bersikap sopan santun. (*)