Oleh: Moh Shoidi, S.Pd
Guru Olah Raga SDN Jatibarat 2, Kec. Pecangaan, Kab. Jepara
PENDIDIKAN karakter akhir-akhir ini mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah Indonesia. Isu tentang pentingnya pendidikan karakter mulai merebak setelah berbagai media massa memberitakan tentang kemerosotan moral dan etika generasi muda.
Krisis moral dalam masyarakat antara lain ditandai oleh hilangnya kejujuran, hilangnya rasa tanggung jawab, tidak mampu berpikir jauh ke depan, rendahnya disiplin. Kemudian krisis kerja sama, krisis keadilan, dan krisis kepedulian.
Gejala krisis moral di kalangan pelajar diduga merupakan dampak globalisasi diperkuat oleh kecanggihan teknologi informasi dan komunikasi. Televisi saat ini adalah media yang sangat efektif untuk menyampaikan berbagai macam informasi.
Berbagai tayangan seperti berita kekerasan seringkali jadi tontonan anak-anak. Oleh karena itu, pendidikan karakter dibutuhkan untuk mengatasi lunturnya nilai nilai budaya bangsa Indonesia.
Karakter adalah istilah lain yang kurang lebih bermakna sama dengan personality, namun istilah personality lebih jarang digunakan di masyarakat di Indonesia. Istilah karakter berasal dari bahasa Latin yaitu charasein yang artinya mengukir corak yang tetap dan tidak terhapuskan.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, karakter mengandung pengertian sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dengan orang lain. Pada pengertian yang lain disebutkan pengertian karakter sebagai character qualities that make some body different from others.
Karakter adalah konsep dari moral, yang tersusun dari sejumlah karakteristik yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Setidaknya terdapat nilai-nilai yang baik yang dapat dibentuk melalui aktivitas olahraga. Antara lain rasa terharu (compassion), keadilan (fairness), sikap sportif (sport-personship), dan integritas (integrity).
Pendidikan jasmani adalah fase dari proses pendidikan keseluruhan dengan katifitas fisik yang merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Pendidikan jasmani merupakan bagian integrasi dari pendidikan secara keseluruhan melalui berbagai kegiatan jasmani. Bertujuan untuk mengembangkan individu secara organis, neuromusculer, intelektual, dan emosional.
Pendidikan jasmani merupakan bagian dari pendidikan secara keseluruhan. Sebagai bagian dari pendidikan, pendidikan jasmani tidak boleh lepas dari tujuan pendidikan secara keseluruhan.
Secara khusus dapat dikatakan bahwa pendidikan jasmani adalah upaya mencapai tujuan pendidikan melalui aktivitas fisik. Pendidikan jasmani dengan pembentukan karakter merupakan dua konsep yang selalu beriringan.
Olahraga diyakini dapat membentuk karakter, meskipun hingga kini masih ada pendapat yang pro dan yang kontra. Sebagian orang meyakini akan kebenaran pernyaataan sports builds character yang disertai dengan bukti-bukti kuat, dan sebagaian lagi menyangkal pernyataan tersebut, yang juga disertai bukti-buti yang meyakinkan.
Pendidikan jasmani dan olahraga di sekolah merupakan satu sarana yang penting dikembangkan untuk meningkatkan sumber daya manusia. Olahraga juga berfungsi sebagai sarana untuk penyaluran emosi, penguatan identitas, kontrol sosial, sosialisasi, agen perubahan, penyaluran kata hati, dan mencapai keberhasilan.
Agar pendidikan karakter mencapai tujuan seperti yang diharapkan, maka pendidikan karakter harus disampaikan melalui dunia pendidikan. Senada dengan pernyataan tersebut. Ali Maksum (2008:133) mengatakan bahwa pembentukan karakter yang paling tepat dilaksanakan di sekolah karena tiga alasan.
1) Sebagian peserta didik mengenal pendidikan jasmani di sekolah. 2) Usia sekolah merupakan periode yang efektif untuk menanamkan nilai nilai. 3) Pembelajaran pendidikan jasmani di sekolah masih menekankan prestasi.
Sekolah dasar adalah tempat pertama kali siswa mendapatkan mata pelajaran pendidikan jasmani secara formal. Sebelumnya yaitu pada saat sebagian dari mereka mengikuti pendidikan anak usia dini baik kelompok belajar maupun taman kanak kanak, bentuknya belum pedidikan jasmani. Pendidikan gerak yang didapatkan mereka ketika masih mengikuti pendidikan anak usia dini adalah gerak bermain. (*)