DESA Troso, Kecamatan Pecangaan, Kabupaten Jepara terkenal dengan produksi alat musik rebana. Karena mengedepankan kualitas, pengrajin di desa tersebut berkali-kali kirim barang ke luar Pulau Jawa, termasuk Papua.
Berbicara ihwal alat musik rebana, Muhammad Muhaimin salah satu penjual mengatakan bahwa produk dari Troso mengedepankan kualitas. Sehingga tidak heran, jika produk rebana dari Troso dijadikan referensi untuk membeli.
“Terkenal memang mengedepankan kualitas. Bagi kami, kualitas itu harga mati. Sekalinya tidak memakai bahan berkualitas dan pengerjaan yang maksimal, ancamannya pembeli tidak datang kembali,” papar penjual rebana di Toko Al Karim itu, Kamis (10/8) sore.
Menurutnya, kayu yang baik digunakan untuk rebana adalah kayu mahoni dan nangka. Dibandingkan dengan jati, meski kuat dan terkenal awet, namun hasil yang didapat tidak memuaskan, mulai dari suara dan nada yang keluar.
Pihaknya menyampaikan bahwa masyarakat Kabupaten Blora pernah membuat rebana berbahan kayu jati. Setelah jadi, ternyata suara yang dihasilkan cenderung fals dan tidak semerdu kayu mahoni dan nangka.
“Itu karena serat atau pori-pori yang ada dalam kayu. Setiap kayu memiliki tipikalnya masing-masing. Tidak bisa disamakan. Sejauh ini, yang terbaik masih disandang oleh kayu nangka dan mahoni,” terang dia.
Berdasarkan informasi mulut ke mulut, Muhaimin membeberkan, rebana Troso mulai ada karena dipandegani oleh Haji Muhsin sejak tahun 1960-an. Berkat dia, sejumlah masyarakat Troso bisa dan mampu berkembang di dunia usaha khususnya pembuatan alat musik rebana.
Ia menunjukkan, sejumlah produk Troso, kebanyakan menggunakan label ‘H. Muhsin’. Namun sekarang sudah banyak, karena pembuatan zaman dahulu berbeda dengan era sekarang.
“Zaman penuh dengan teknologi, semua bisa dengan mudah. Dulu, masalah kulit hewan agar kering dan pas dijadikan alat musik membutuhkan sinar matahari yang terik. Sekarang pakai alat, sudah ada. Kemudian, untuk memasang lulang (kulit hewan) ke kayu juga sulit, tapi kini sudah mudah. Apalagi, orang Jepara terkenal cerdas dan kreatif dalam membuat karya,” jelasnya.
Buah tangan (hand craft) masyarakat Troso ini, Muhaimin membeberkan, sudah berulang kali kirim ke luar Pulau Jawa. Paling jauh, ada di Papua. Peningkatannya tergolong tinggi sebab rebana lagi hits dan trend di sana.
“Pemilik Toko Al Karim ini lulusan Madrasah Tasywiquth Thullab Salafiyyah (TBS) Kudus, linknya banyak sampai luar Jawa. Teman-teman pesan. Para habib juga demikian. Apalagi di Papua, sedang trend dengan rebana, naik banyak pembeliannya,” kata dia.
Diketahui, alat musik rebana, satuannya dihargai Rp 300 ribu (paling murah), yang mahal mencapai Rp 450 ribu. Jika satu paket, yang terdiri dari 4 rebana, 1 bass (jidur), 1 tam, 2 marawis, 1 darbuka, total harganya sebanyak Rp 4,5 juta, sudah termasuk tas. (cr2/gih)