Pemkot Yogyakarta Manfaatkan 16.000 Titik Mbah Dirjo

Pj Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo
Pj Wali Kota Yogyakarta, Singgih Raharjo. (RIZKY ADRI KURNIADHANI/JOGLO JOGJA)

KOTA, Joglo Jogja – Gerakan Mengolah Limbah dan Sampah dengan Biopori ala Jogja (Mbah Dirjo) yang digalakkan Pemerintah Kota (Pemkot) selama dua pekan ini terus berkembang di masyarakat. Sampai saat ini, telah ada 16.000 titik biopori pengurai sampah organik di Kota Yogyakarta.

Penjabat (Pj) Wali Kota Yogyakarta Singgih Raharjo mengatakan, evaluasi terhadap gerakan Mbah Dirjo belum selesai karena baru berjalan dua pekan. Tetapi pihaknya melihat program itu sudah mulai dapat berkontribusi terhadap penurunan sampah organik.

“Kemarin kita mendapat laporan ada sekitar 16.000 titik biopori yang kemudian bisa dimaksimalkan untuk mengurangi sampah organik,” ungkapnya, Minggu (13/8/23).

Ia menyebut dari hasil perhitungan keberadaan biopori tersebut bisa mengurangi sampah organik berkisar 30-40 ton per hari. Menurutnya target gerakan Mbah Dirjo diperkirakan bisa mengurangi sekitar 25-30 persen atau sekitar 60 ton.

Volume sampah di Kota Yogyakarta sekitar 200 ton per hari. Sekitar 100 ton dari jumlah itu dibawa ke TPST Piyungan dan 15 ton ke Kulonprogo sehingga sisanya harus diselesaikan bersama masyarakat.

“Kita menyentuhnya di hulu karena pemilahan dan pengolahan sampah itu sebaiknya memang di hulu. Nah yang residu memang kemudian kita lakukan pengelolaan di tingkat hilir,” paparnya.

Singgih menegaskan, Pemkot Yogyakarta menggerakkan Mbah Dirjo tidak hanya kepada masyarakat. Bahkan kepada pegawai dan karyawan di Pemkot Yogyakarta dengan program Sowan Mbah Dirjo yakni melakukan pemilahan dan pengolahan sampah dengan biopori.

Selain itu, Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (DPP) Kota Yogyakarta, Veronica Ambar Ismuwardani mengungkapkan, setiap pasar sudah membuat biopori dengan berbagai ukuran. Yakni 0,5 hingga 4 ton.

“Target kita 70 biopori dengan berbagai macam keluasan dan besaran mulai dari yang regular kapasitas 0,5 ton. Sampai yang besar di PASTHY (Pasar Satwa Tanaman Hias Yogyakarta, Red.) itu 1 ton. Ada empat titik di PASTHY yang bisa kita isi, volumenya 1 ton jadi ada 4 ton. Nanti kita siapkan di sana dengan program Mbah Dirjo,” jelasnya.

Dirinya menambahkan, sampah organik yang paling banyak dihasilkan berada di Pasar Giwangan. Mengingat Pasar Giwangan adalah pasar induk sayur dan buah. Meski demikian, Vero sudah membangun Tempat Pengolahan Sampah Reduce Reuse Recycle (TPS 3R) di Pasar Giwangan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan anorganik dengan pemilahan. Termasuk membuat sejumlah biopori di Pasar Giwangan.

Ambar menjelaskan, volume sampah di pasar telah berkurang Dengan Gerakan Zero Sampah Anorganik (GZSA) dan Mbah Dirjo. Dari awalnya berkisar 26 sampai 30 ton dengan GZSA berkurang menjadi sekitar 17 ton. Kemudian dengan adanya edukasi ke pedagang agar memilah sampah dan membawa pulang sampah organik serta gerakan Mbah Dirjo, kini volume sampah dari pasar tinggal 7 sampai 8 ton. (riz/mg4)