TARI merupakan gerak tubuh yang ritmis sebagai suatu ungkapan dari ekspresi jiwa. Hal itu dirasakan oleh koreografer tari Siska Aprisia. Ia menyebut, tari adalah penyembuhan bagi dirinya. Sebab bagi dia tari adalah kehidupan yang sudah melekat dalam dirinya.
Siska datang ke Yogyakarta pada 2019 lalu untuk mencari pengalaman dan jaringan dalam dunia seni. Hal itu lantaran ia menganggap Yogyakarta adalah kota yang sangat banyak memberikan wadah untuk berkesenian.
Wanita kelahiran Pariaman 1 April 1992 ini mengaku belajar tari sedari kecil. Namun, pada saat masih sekolah, ketika mendapat pelajaran tari kemampuannya hanya biasa saja. Karena ia mengaku, saat itu ia masih sering bersinggungan dengan pramuka dan paskibraka.
Siska mengungkapkan, dulu ia memiliki keinginan untuk menjadi polisi wanita (polwan). Namun, impian itu pupus karena biaya dan masalah lainnya.
Namun setelah itu orang tuanya mendaftarkannya ke akademi kebidanan (akbid) karena kakaknya juga alumni sekolah kesehatan. Ternyata setelah didaftarkan oleh orang tuanya, Siska malah memilih lari untuk kuliah ke Institut Seni Indonesia (ISI) Padangpanjang jurusan tari.
“Itu tidak semata-mata saya ingin masuk tari. Namun dulu waktu SMA aku terpilih untuk ikut menari di Istana Negara tahun 2010,” katanya kepada Joglo Jogja, Minggu (20/8/23).
Setelah ikut menari di Istana Negara yang mana pelatih-pelatihnya itu adalah anak tari dari ISI Padangpanjang, lalu Siska disuruh untuk daftar ISI oleh mereka. Setelah mendaftar dan diterima di ISI, ia pun menjalani kuliah sambil tetap menjadi penari dan koreografer.
Siska juga terpilih untuk Muhibah seni ke Belanda bersama jurusan tari kampusnya. Tak hanya itu, ia juga sering menari kolaborasi dengan para mahasiswa Institut Kesenian Jakarta (IKJ) dan melakukan drama musikal.
Selain fokus di dunia tari, Siska juga sering belajar vokal, karawitan, seni peran, hingga bermain film. Saat kuliah S2 di Pascasarjana ISI Padangpanjang ia juga masih sering melakukan kegiatan seni.
“Mungkin basic saya anak pramuka ya. Saya sering lebih bisa adaptasi,” ungkapnya.
Setelah lulus kuliah S2, Siska memutuskan untuk sering merantau. Menurutnya, menjadi seorang perantau itu adalah proses untuk mengenali berbagai kehidupan.
Pada 2019, Siska menjalani kesibukan bersama perusahaan Hip Hop untuk tampil di Perancis. Sampai 2025 nanti ia rutin ke Perancis selama dua bulan untuk melakukan resindensi, workshop, dan pelatihan di sana.
Siska mengaku sering mendampingi masyarakat untuk melakukan proses kesenian, terutama tari. Seperti di daerah Anambas ia melatih masyarakat yang mana dari proses pendampingannya itu daerah tersebut menjadi percontohan desa wisata di sana.
Dari berbagai proses yang sudah dilakukan itu, sampai-sampai ia pernah menciptakan tari tradisi di berbagai daerah di Indonesia. Siska mengaku dalam mendampingi masyarakat itu gampang-gampang susah. Sebab ia harus bisa beradaptasi di segala lini daerah yang berbeda-beda.
“Kalau dengan masyarakat tidak boleh menggunakan ego yang tinggi. Kalau bisa kita itu bisa sampai masuk ke dapur kehidupan mereka sampai akhirnya mereka bisa membuka kehidupan ke kita,” terangnya.
Namun dengan berbagai pengalaman perjalanannya itu, ia selalu menikmatinya. Sebab segala perjalanan itu baginya adalah proses bagi dirinya untuk berkarya. Siska pun mengaku kehidupan sehari-harinya berprofesi sebagai pekerja seni. Yang mana ia harus terus berproses kreatif dan terus mengalir untuk berkesenian untuk hidupnya.
“Saya berharap agar terus bisa berkarya dan mempunyai wadah untuk berkesenian. Kedepan saya ingin memiliki sekolah seni khususnya tari untuk anak-anak. Ditambah dapat menciptakan karya yang bisa tampil di kancah Internasional,” pungkasnya. (bam/mg4)