Akademisi Undip Harapkan Realisasi Pembenahan TBRS

Akademisi Sastra Ilmu Budaya Undip, Mulyo Hadi Purnomo
Akademisi Sastra Ilmu Budaya Undip, Mulyo Hadi Purnomo. (DOK. PRIBADI/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Akademisi Sastra Ilmu Budaya Universitas Diponegoro (Undip) sekaligus pegiat seni, Mulyo Hadi Purnomo berharap, pembenahan pembangunan pada Taman Budaya Raden Saleh Semarang (TBRS) bisa direalisasikan Pemerintah Kota (Pemkot) Semarang. Sebab, para seniman menginginkan fasilitas yang mumpuni agar dapat menggelar kesenian secara maksimal.

“Mudah-mudahan (pemkot, Red.) tidak terus berada perencanaan dan wacana saja. Tapi harus segera di realisasikan. Sayang juga kalau terbengkalai dan area sedemikian luas dan tidak termanfaatkan dengan baik,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, beberapa waktu lalu.

Menurutnya, TBRS dapat dijadikan ruang bersama publik, serta ruang kreativitas para seniman. Namun dirinya melihat keterlibatan pemkot terhadap pembangunan kebudayaan dinilai masih kurang. Tak hanya di Semarang, namun juga melihat secara keseluruhan di Indonesia yang sama sekali tidak pernah membicarakan perihal UU untuk wadah kebudayaan.

“Tak lepas dari situ contoh yang sukses dan sekarang trennya itu suksesnya itu tidak hanya bangunan fisik saja. Tapi juga yang bisa diciptakan untuk nguri-nguri budaya seperti memberikan ruang untuk berkreasi itu akan diacungi jempol,” jelasnya.

Ia menambahkan, kreativitas dapat menjadi sebuah sarana jalan hidup untuk para seniman. Apabila Pemkot dapat memfasilitasi sarana prasarana yang dibutuhkan. Mulai dari alat-alat peraga, LED, dan sebagainya.

Ia menyebut, saat ini taman budaya hanya berisi ruang pertunjukan dan Joglo yang hingga saat ini masih dibiarkan begitu saja. Padahal, perencanaan untuk membuat sebuah konsep taman budaya itu dilakukan dengan serius. Tidak hanya menjadi sarana hiburan namun juga ada sarana pendidikan.

“Saya rasa kalau konsepnya benar perputaran uang akan terjadi disini dan sebagian teman-teman seniman akan merasa sangat perlu memperkenalkan sekaligus mengedukasi apa itu wayang orang kepada khalayak umum,” tuturnya.

Selanjutnya, dirinya merasa dukungan dari Pemkot Semarang untuk memfasilitasi TBRS dinilai masih kurang. Dirinya menyebut, Pemkot seringkali ketinggalan banyak hal. Salah satunya event yang diselenggarakan oleh para seniman.

“Jadi teman-teman seniman punya kreativitas event tapi setelah event itu menjadi besar Pemkot baru masuk (support, Red.), jadi agak terlambat. Kalau dilakukan perencanaan dan proposal sudah bagus. Nah Ini penting untuk berfikir bagaimana kemudian bisa menyelenggarakan event berkarya dan aktualisasi lebih dengan support dari pemkot,” pungkasnya. (cr7/mg4)