Kudus  

ST 2023 Jadi Rujukan Pertanian di Indonesia

KOMUNIKASI: Saat petugas BPS Kabupaten Kudus sedang mendata warga terkait Sensus Pertanian 2023, beberapa waktu lalu. (HUMAS/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Sensus Pertanian (ST) 2023 merupakan kegiatan nasional yang digelar setiap sepuluh tahun sekali oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Kegiatan yang bertujuan untuk rujukan data pertanian di Indonesia mengacu pada amanat Undang-Undang Nomor 16 Tahun 1997 tentang statistik.

Ketua Tim Pelaksana Sensus Pertanian BPS Kabupaten Kudus, Kusuma Agung menjelaskan, ST 2023 yang telah dilaksanakan dari 4172 Sistem Lingkungan Setempat (SLS) saat ini telah rampung. Akan tetapi, untuk angka masih dalam proses pengelolaan lebih lanjut.

“Hal itu sebagai target kewilayahan. Apabila kita membandingkan rumah tangga pertanian hasil ST 2023 dengan ST 2013 itu mencapai 78,24 persen untuk Kudus menurun,” ungkapnya kepada Joglo Jateng, Senin (28/8/23).

Menurutnya, dalam proses pengelolaan tersebut bisa terjadi perubahan diantaranya faktor human error. Contohnya, saat pihaknya menemukan petugas keliru dalam mendata pada halaman belakang. Namun, sebenarnya subsektor perikanan.

“Tapi saat merekap ke halaman depan, yang perikanan malah menulis di peternakan. Jadi secara angka belum bisa menyampaikan. Pengelolaannya sampai bulan September,” tandasnya.

Dilain sisi harus disadari bersama, pertanian bukan sesuatu yang menarik bagi milenial. Mereka menyukai pekerjaan di bidang non pertanian. Kedua, terjadinya alih konversi lahan. Kebutuhan perumahan yang tinggi mengakibatkan lahan pertanian kurang.

“Ini menjadi pendorong menurunnya jumlah tani atau rumah tangga tani. Terdapat 7 subsektor dalam gelaran ST 2023. Seperti, tanaman pangan, holtikultura, kehutanan, perkebunan, perikanan, peternakan, dan jasa pertanian,” tuturnya.

Lebih lanjut, hal itu bisa dikaji lebih dalam lagi jika ingin membreakdown angka subsektor pasti hasilnya turun. Kalau di Kabupaten Kudus pertanian mungkin kecil kontribusinya terhadap perekonomian makro.

Sementara itu untuk kendala dilapangan, terdapat warga yang takut memberikan jawaban. Kalau yang ketakutan itu faktor penyebabnya yaitu pajak. Kemudian kemampuan petugas yang kurang menggali data. Maka hal itu BPS akan memberikan arahan.

“Sensus tersebut diharapkan bisa menjadi brand smart king, rujukan, atau patokan data pertanian di Indonesia. Data itulah yang nantinya bermanfaat bagi BPS ketika melakukan kegiatan pertanian selanjutnya,” pungkasnya. (cr12/fat)