SEMARANG, Joglo Jateng – Belum lama ini terjadi kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang mengakibatkan seorang ibu di Kelurahan Sendangguwo, Kecamatan Tembalang meninggal dunia. Menindaklanjuti hal tersebut, Pemerintah Kota Semarang melalui Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) untuk mengoptimalkan peran Rumah Duta Revolusi Mental (RDRM) Kota Semarang dalam pencegahan peningkatan kasus KDRT.
Wali Kota Semarang, Hevearita Gunaryanti Rahayu mengukapkan, pihaknya juga meminta kepada DP3A untuk melakukan inventarisasi kasus KDRT di wilayahnya. Adapun inventarisir yang dilakukan yakni pendataan maupun pencatatan yang dapat digunakan untuk mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya KDRT.
“Kemarin, saya langsung perintahkan DP3A untuk membuat inventarisasi seperti stunting, kemiskinan ekstrem, dan nanti kita akan bedah. Saya minta dari kelurahan-kelurahan untuk menginventarisir, kemudian nanti akan saya kumpulkan ibu-ibunya dan akan saya sosialisasi seperti, trauma healing, dan lain sebagainya,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, belum lama ini.
Dirinya juga menyampaikan dalam upaya pencegahan maupun penanganan kasus KDRT di Kota Semarang, pihaknya melibatkan banyak stakeholder. Beberapa kegiatan seperti sosialisasi terkait peran RDRM. Di samping itu, optimalisasi rumah aman serta rumah singgah juga akan terus dilakukan.
“Sekarang ada 142 kasus atau lebih, karena ada yang gak lapor, ada yang gak berani. Makanya kami akan sosialisasikan tentang Rumah Duta Revolusi Mental, ada call center untuk melakukan komunikasi. Saya juga akan memaksimalkan adanya UPTD untuk perlindungan perempuan, juga rumah aman atau rumah singgah ini juga harus ditingkatkan,” tegasnya.
Sementara itu, Kepala DP3A, Ulfi Imran Basuki menyampaikan bahwa pada tiga tahun terakhir angka kekerasan seksual di Kota Semarang mengalami kenaikan hingga 40 persen. Pada 2021 terdapat sebanyak 156 kasus, lalu 2022 ada 228 kasus.
“Tahun ini (2023, Red.) ada 141 kasus dan kita berharap tidak lebih dari tahun 2022. Untuk faktor KDRT sendiri mayoritas karena ekonomi, pendidikan, kesehatan mental juga bisa,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, mayoritas korban KDRT adalah kaum perempuan. Persentase korbannya 50:50 antara perempuan dan anak.
“Selanjutnya, prioritas kedua masalah pola asuh jadi ibu diharapkan pengetahuan pola asuh terhadap anak. Seperti pengetahuan non formal yaitu anak diberi edukasi di rumah makanya ortu itu sangat berpengaruh. Kalau formal itu biasanya dari guru-gurunya hal itu supaya beradab dan beretika dengan baik,” pungkasnya. (cr7/mg4)