SLEMAN, Joglo Jogja – Kekeringan melanda berbagai daerah di Indonesia, karena kemarau panjang akibat fenomena el nino. Menanggapi fenomena itu, pakar manajemen air Universitas Gadjah Mada (UGM) mengungkap metode untuk mengantisipasi kekeringan.
Agus Maryono mengungkapkan, menurutnya, musim kemarau dan penghujan adalah satu kesatuan yang tidak boleh dipisahkan. Mengingat kedua musim itu merupakan sebuah siklus yang tidak terputus.
“Saat musim hujan kita perlu mengelola air hujan untuk musim kemarau. Saat kemarau kita mempersiapkan diri untuk menghadapi musim penghujan. Itu suatu siklus yang tidak terputus,” terangnya, melalui keterangan tertulis, Selasa (5/9).
Lebih lanjut, ia menambahkan, metode pemanenan air hujan menjadi salah satu cara yang paling efektif untuk mengantisipasi kekeringan. Pemanenan air hujan pun dapat dilakukan dengan metode dan peralatan yang sederhana.
“Metode sederhana pemanenan air hujan itu, bisa dilakukan baik untuk skala rumah tangga, industri, dan perkampungan. Bahkan bisa juga untuk lahan pertanian,” ungkapnya.
Di skala rumah tangga bisa dilakukan dengan membuat penampungan. Kelebihan air dimasukkan ke dalam sumur resapan. Sedangkan untuk areal pertanian, penampungan air hujan dapat dilakukan dengan kolam konservasi.
Agus membeberkan, di Australia sekitar 40 persen rumah di perkotaan sudah memiliki tampungan air hujan. Kemudian di pedesaan jumlahnya sekitar 60 persen. Sementara di Indonesia masih nol koma sekian persen. Padahal Indonesia dinilai memiliki potensi yang sangat besar.
Ia menambahkan, kualitas air hujan sebetulnya, merupakan sumber air yang cukup aman untuk dikonsumsi. Sehingga air hujan adalah masa depan dari sumber daya air yang digunakan untuk berbagai kebutuhan hidup manusia.
Perlu diketahui, Agus terlibat aktif dalam Gerakan Memanen Hujan Indonesia (GMHI), yang telah berdiri sejak tahun 2015 silam. Teknologi pemanen hujan yang Agus kembangkan adalah Gama Rain Filter. Teknologi tersebut telah diterapkan di berbagai wilayah di Indonesia dengan hasil yang cukup menjanjikan.
“Di beberapa daerah sudah dipasang, dan warga yang biasanya harus membeli air di musim kemarau sekarang bisa mendapat stok air yang cukup dari hasil penampungan air hujan,” ungkapnya.
Agus menambahkan, terdapat berbagai upaya yang bisa dilakukan terkait potensi ancaman kekeringan melanda. Salah satunya dengan memanfaatkan dropping air bersih seperti di Kabupaten Gunungkidul.
Masyarakat juga dapat mencari sumber air yang mungkin masih tersedia. Misalnya di sepanjang alur sungai dan pada sungai bawah tanah. Kemudian merawat kembali sumur-sumur yang tidak terpakai untuk dibersihkan dan digali lebih dalam. Sehingga masyarakat tidak perlu terlalu bergantung pada dropping air.
“Di Gunungkidul ada banyak sungai di bawah tanah yang pada musim kemarau pun masih menyimpan banyak air. Dengan pompa yang banyak air di situ bisa diambil sehingga masyarakat tidak kekurangan air,” pungkasnya. (bam/all)