Modus Bangun Ponpes, Warga Kena Tipu Rp 130 Juta

AKTIVITAS: Salah satu warga Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang Slamet Prihadi (56) saat menjelaskan kronologi kejadian penipuan BMT di Kantor Aliansi Jurnalis Indonesia Semarang (AJI), belum lama ini. (FADILA INTAN QUDSTIA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Seorang warga Kelurahan Tandang Kecamatan Tembalang, Slamet Prihadi (56) diduga menjadi korban penipuan Bayu Aji Anwar (BAA), atas modus investasi BMT senilai Rp 130 juta. Slamet menuturkan, BMT yang didirikan oleh BAA tidak memiliki manajemen yang jelas.

“Jadi namanya itu BMT Khasanah. Tapi itu hanya nama saja. Bentuk operasionalnya juga tidak normal karena itu hanya diurus oleh satu pengurus saja yaitu BAA,” ucapnya saat dikonfirmasi Joglo Jateng, belum lama ini.

Dirinya mengaku bertemu dengan BAA yakni sejak era lengsernya Presiden Soeharto. Saat itu Slamet terkena PHK dan bingung mencari pekerjaan baru.

“Nah kemudian saya dikenalkan oleh adik ipar saya. Setelah kenal saya ceritakan masalah saya itu, akhirnya diajak BAA ikut ngaji. Dan ya perkembangannya ya ngaji tahlilan rutin. Di hadapan saya tidak menemukan keganjilan normal saja seperti tahlilalan biasa. Akhirnya usaha saya sebagai pedagang berkembang baik,” jelasnya.

Baca juga:  Bappeda Jateng Wujudkan Komitmen Terbukanya Jendela Informasi

Tak lama kemudian, dalam suatu pengajian kemudian BBA mengajak jemaah yang lain membuat ide gagasan lembaga pesantren dan lembaga keuangan BMT. Kemudian para jemaah bisa bersedekah seikhlasnya.

“Akhirnya dari jamaah menggalang dana dimasukkan ke BMT. Alasannya supaya kita bisa menggalang dana dari jamaah untuk biaya perjuangan termasuk bikin pesantren dan menyantuni anak yatim,” ungkapnya.

Ia menambahkan, selama proses pemberian BMT itu ia memang berniat menyumbang secara sukarela dengan sumber penghasilannya sebagai pedagang. Bahkan, untuk memenuhi kebutuhan sendiri tidak menjadi prioritasnya.

“Itu ngasih aja kita tanpa itungan, kita kan untuk jariyah dengan bangun pondok jadi jemaah itu sukarela semua. Kita sebagai jamaah pengajian tidak pernah berpikiran tidak baik, khusnuzon, gak pernah curiga,” terangnya.

Berdasarkan keterangan dari Slamet, BAA tidak memiliki latar belakang sebagai santri. Tapi BAA dilihat bisa memimpin tahlil sehingga itu yang membuat jamaah berpikir positif, serta mendukung visi memajukan pembangunan pondok. Jemaah yang berhasil dikumpulkan BBA ada sebanyak 100 orang, dan untuk jumlah santrinya ada sekitar 10 orang.

Baca juga:  Ada Naskah Kuno di Perpusda Jateng

“Dia itu memang pinter eksploitasi sehingga banyak jamaah yg kemudian investasi ke BMT. Tapi ternyata BMT itu bodong dan investasi gak bisa diambil lagi, banyak yg kemudian tertipu motor, sertifikat tanah,” kesalnya.

Akibat dari investasi bodong itu, dirinya kehilangan uang total senilai Rp 130 juta sejak setahun yang lalu. Lalu, untuk jumlah kerugian total dari seluruh jemaah sendiri tidak diketahui secara detail.

Slamet dan jemaah lainnya mulai menyadari adanya tindak penipuan usai BAA dilaporkan ke polisi karena dugaan kasus pelecehan seksual kepada anak berusia 15 tahun. Diketahui pula bahwa lembaga yang selama ini dipimpin oleh BAA dan disebut sebagai pondok pesantren bernama Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi ternyata tidak mengantongi izin dari Kementerian Agama (Kemenag) Kota Semarang.

Baca juga:  Mbak Ita Minta Polrestabes Semarang Buat Pos Penjagaan di Turunan Silayur

Kepala Kemenag Kota Semarang, Ahmad Farid mengklarifikasi dari pengecekan melalui aplikasi Sistem Informasi Tanda Keberadaan Pesantren (SITREN) maupun Education Information Management System ( EMIS), Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi tidak terdaftar atau bisa dikatakan belum berijin operasional di Kota Semarang. Menurut Farid, Hidayatul Hikmah Al Kahfi bukan merupakan pondok pesantren.

Hal itu lantaran tidak memenuhi syarat utama ketentuan UU Nomor 18/2019 tentang Pesantren yang berisikan Syarat utama ketentuan sebuah pondok pesantren berdasarkan UU Nomor 18/2019. Yaitu minimal santri mukim sebanyak 15 orang, kyai yang bersyahadah dari Ponpes dan tinggal di Ponpes tersebut, adanya pembelajaran kitab kuning.

Kemudian memiliki bangunan asrama yang terpisah antara santri dan pengasuh. Lalu terdapat tempat ibadah di dalam lingkungan Ponpes, dan memiliki kurikulum pesantren yang jelas.

“Kesemua syarat utama tersebut tidak dimiliki oleh Ponpes Hidayatul Hikmah Al Kahfi,” lanjutnya. (cr7/mg4)