KABUPATEN Pati dikenalkan memiliki sejumlah tradisi lokal. Salah satunya tradisi ‘meron’ yang digelar warga Sukolilo setiap tanggal 12 Mulud penanggalan aboge atau tanggal 13 Rabiulawal tahun hijriyah.
Tradisi yang disebut sudah ada sejak ratusan tahun ini diadakan untuk memperingati Hari Lahir (Maulud) Nabi Muhammad SAW. Perayaan meron erat dengan keberadaan gunungan yang diarak mengelilingi desa yang berada di lereng pegunungan Kendeng.
Gunungan-gunungan yang diarak terbuat dari beberapa jenis makanan yang terbuat dari beras ketan dan disusun tiga tingkatan seperti gunung. Makanan tersebut antara lain, cucur, once dan ampyang.
Tradisi yang telah diakui sebagai warisan budaya tak benda oleh Kementerian Kementrian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi ini akan kembali di gelar pada tahun ini. Dalam upacara meron juga dibacakan sejarah penyelenggaraan meron yang pertama kali dilakukan sejumlah abdi dalem Mataram di Pati.
Salah satu panitia, Singgih Cahyo Aji mengatakan, tradisi meron tahun ini bakal lebih meriah daripada tahun sebelumnya. Pada tahun lalu peserta karnaval berjumlah 34 peserta. Sedangkan tahun ini, panitia menyiapkan 52 peserta untuk tampil di karnaval budaya.
“Setiap tahun meron memang digelar untuk memperingati Hari Maulud Nabi Muhammad. Termasuk tahun ini yang insya Allah lebih meriah. Puncaknya di hari Jumat (29/9) nanti ada acara adat,” kata dia, Senin (25/9/23).
Ini dilakukan sebagai bentuk melestarikan budaya. Masyarakat Desa Sukolilo tidak mau adat yang sudah ditetapkan menjadi warisan budaya tak benda itu punah.
“Pada tahun 2017 kalau ndak salah sudah menjadi warisan budaya tak benda. Jadi harus kita lestarikan,” pungkas dia. (lut/gih)