Oleh: Susanto, S.Pd.I.
Guru PAI SDN 1 Sidorekso, Kec. Kaliwungu, Kab. Kudus
PENDIDIKAN karakter ditanamkan sedini mungkin pada anak seiring dengan perkembangan iptek. Proses pembentukan karakter merupakan tanggung jawab semua pihak, baik pendidik, orang tua, maupun masyarat. Yakni melalui lembaga formal di lingkungan sekolah serta lembaga non formal di lingkungan keluarga dan masyarakat.
Pada realitasnya, banyak orang tua yang mempercayakan pembentukan karakter anak kepada pendidik di sekolah, akan tetapi terkadang kurang mendapat dukungan secara pribadi ketika di rumah. Hal demikian kurang tepat, karena pembentukan karakter di sekolah tidak akan sempurna jika tidak ada kerja sama dengan orang tua.
Keluarga merupakan lingkungan pendidikan yang pertama dan terpenting. Sebab lingkungan keluarga memiliki peran dalam membentuk karakter dan mengontrol perkembangan anak dalam menjalani kehidupan sehari-hari.
Pendidikan karakter terdiri dari 18 nilai, yang dikristalisasi menjadi 5 nilai karakter. Salah satunya yaitu karakter religius yang merupakan karakter pertama dan utama. Sehingga harus ditanamkan kepada anak, agar menjadi dasar ajaran agama dalam kehidupan individu, masyarakat, dan bangsa.
Karakter religius tidak hanya terkait dengan hubungan ubudiah saja. Tetapi juga menyangkut hubungan antarsesama manusia dan lingkungan. Pendidikan karakter di sekolah memiliki peranan penting dalam menanamkan karakter peserta didik.
Upaya dalam menumbuhkan pendidikan karakter tersebut diimplementasikan melalui pembiasaan kegiatan keagamaan. Metode pembiasaan diterapkan pendidik bertujuan untuk membiasakan peserta didik melakukan hal-hal yang baik dengan sifat-sifat terpuji. Sehingga kegiatan yang dilakukan dapat terekam secara positif.
Pembiasaan merupakan hal yang sangat penting, sebab seseorang akan berbuat dan berperilaku berdasarkan kebiasaannya. Tanpa pembiasaan, hidup seseorang akan berjalan lambat, karena harus memikirkan terlebih dahulu apa yang akan dilakukannya.
Metode pembiasaan dianggap paling efektif dalam menanamkan karakter religius peserta didik. Pendidikan karakter melalui kegiatan pembiasaan dapat dilakukan secara rutin dan terjadwal, seperti berdoa sebelum dan sesudah belajar. Kemudian membaca Alquran sebelum memulai pembelajaran, membaca Asmaul Husna dan doa-doa pilihan, salat duha berjmaah, salat zuhur berjmaah. Lalu Jum’at Mengaji, infak mingguan, Mabit, pemeliharaan kebersihan dan ketertiban, PHBI, serta Pesantren Kilat Ramadhan.
Ada pula pembiasaan yang dilakukan secara spontan seperti membudayakan 5S (salam, senyum, sapa, sopan, santun), berpakaian bersih, rapi dan menutup aurat, berbicara yang baik. Selanjutnya membuang sampah pada tempatnya, tertib mengantre, dan mengatasi perbedaan pendapat.
Pembiasaan adalah sesuatu yang secara sengaja dilakukan berulang-ulang agar sesuatu itu dapat menjadi kebiasaan. Dalam bidang psikologi pendidikan, metode pembiasaan dikenal dengan istilah operant conditioning. Pembiasaan akan membangkitkan internalisasi nilai dengan cepat.
Internalisasi merupakan upaya menghayati dan mendalami nilai agar tertanam dalam diri manusia. Karena pendidikan karakter berorientasi pada pendidikan nilai, maka internalisasi sangat diperlukan (Mulyasa, 2012).
Secara garis besar, kebiasaan terbentuk atas dua tahapan, yaitu mujahadah dan pengulangan. Mujahadah adalah kemauan untuk bersungguh-sungguh dalam ketaatan. Ini didahului dengan perjuangan panjang dan berat. Yakni dengan memobilisasi motivasi-motivasi iman dalam jiwa, siap menolak dorongan hawa nafsu dan syahwat keduniaan yang selalu berusaha dibangkitkan oleh setan.
Sedangkan pengulangan adalah mengulangi perilaku yang dimaksud hingga menjadi kebiasaan yang tetap dan tertanam dalam jiwa. Sehingga jiwa menemukan kenikmatan dan kepuasan dalam melakukannya.
Menurut psikologi umum, tahapan membentuk kebiasaan yaitu memfokuskan perhatian, mengulang-ulang, praktik, serta menunaikan pekerjaan tanpa berpikir atau merasa. Sementara itu, kegiatan keagamaan berkaitan dengan pelaksanaan nilai-nilai agama Islam. Artinya sejumlah aktivitas yang berhubungan dengan keagamaan yang dilaksanakan sekolah sebagai upaya yang dilakukan seseorang secara kontinu di bawah bimbingan pendidik yang khusus menyelenggarakan kegiatan keagamaan Islam di lingkungan sekolah. (*)