Kudus  

Darurat Kesehatan Mental Jadi Sorotan

Psikolog UMK, Wiwik.
Psikolog UMK, Wiwik. (UMI ZAKIATUN NAFIS/JOGLO JATENG)

KUDUS, Joglo Jateng – Maraknya kasus bunuh diri yang menyasar generasi muda, menjadi perhatian khusus. Pasalnya, catatan bunuh diri di Indonesia juga relatif jauh lebih tinggi. Hal ini berdasarkan data Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan RI.

Dibandingkan rekor kasus terbanyak sepanjang 2023 yang sejauh ini tercatat mencapai 476 korban. Catatan kasus bundir di pada 2022, menyentuh 826 orang. Angka ini meningkat 6,37 persen dibandingkan 2018 yakni 772 kasus.

Psikolog UMK, Wiwik menyoroti sejumlah faktor penyebab. Ia menuturkan bahwa peristiwa bundir tersebut tidak hanya disebabkan oleh satu hal saja. Kasus ini berawal tindakan yang berakar dari kondisi mental yang tidak sehat, umumnya depresi.

“Sebagian besar dari keluarga yang bermasalah. Karena pada dasarnya komponen utama kesehatan mental itu berasal dari keluarga inti. Baik gen maupun pola asuh. Hal itu berdampak luar biasa,” tutur Wiwik kepada Joglo Jateng pada Kamis, (19/10).

Pola asuh dalam hal ini, lanjut Wiwik, yakni kondisi keluarga menuntut, membandingkan, mengabaikan, otoriter, kasar, penyiksaan verbal atau fisik. Perlakuan semacam ini, menurutnya, membuat anak merasa terbuang, tidak berharga, tidak dicintai. Sehingga muncul mental yang buruk.

“Perlakuan buruk di lingkungan keluarga bisa menimbulkan rasa ketidakpercayaan anak dengan orang lain. Efek buruknya gangguan mental,” tambahnya.

Pada konteks kelompok mahasiswa, kata Wiwik, pertemanan dan pengalaman merupakan faktor sosial yang sangat penting. Faktor pertemanan bisa sangat berpengaruh dalam proses keberlangsungan akademik hingga proses dalam bertumbuh dewasa.

Pihaknya menyampaikan, genetik, pola asuh, dan pertemanan atau pengalaman akan membentuk karakter seseorang. Pada poin inilah, kata dia, kunci bagaimana orang mensikapi masalah yang dihadapinya.

“Jika mampu bertahan dan menyelesaikannya itu sehat. Namun jika sulit bertahan atau dan ada hambatan akan memunculkan bibit gangguan mental,” tandasnya.

Wiwik mengungkapkan kecenderungan seseorang untuk ingin melakukan bunuh diri perlu ditangani dengan segera. Orang-orang yang ada di sekitar harus bisa lebih mawas untuk melihat situasi orang yang disayangi. Oleh karena itu langkah pencegahan dan penanganan perlu dipahami.

“Di lingkup keluarga dibentuk melalui pola asuh yang tepat berupa penerimaan orang tua terhadap anak. Melalui mendengerkan keluh kesah, bercanda, menghargai, tidak menuntut, mengapresiasi, membuat anak nyaman dan percaya diri,” ujarnya.

Pendidikan juga memiliki peran besar terhadap pencegahan buruknya kesehatan mental. Misalnya difungsikannya konsultasi untuk siswa, psikoedukasi terkait parenting untuk orang tua dan calon orang tua. Sementara, peran pemerintah, tegas Wiwik, bisa disosialisasikan melalui seminar dan layanan konseling gratis.

“Bisa ditambah dengan penyediaan layanan psikolog di setiap puskesmas dan sekolah di semua jenjang pendidikan. Untuk lingkungan harus kerjasama untuk ciptakan linkungan yg tentram, tamah, saling menghargai menghormati membantu sesama,” ujarnya.

Di UMK sendiri, lebih lanjut Wiwik memaparkan, bidang psikogi turut berperan aktif dalam mencegah hingga mengatasi kesehatan mental remaja. Melalui Layanan Psikologi yang bernama Kajian Psikologi Terapan Insight (KPT Insight). Berupa Konsultasi psikologi, pendidikan dan pelatihan  serta penelitian  SDM, tes psikologi / psikotes, pelatihan outbound hingga pelayanan tumbuh kembang anak.

Terakhir, Wiwik berharap, generasi muda sekarang bisa lebih aware dengan kondisi dirinya. Sebab banyak yank masih self diagnose.

“Kami masih terus berusaha untuk menarik minat masyarakat untuk berani konsultasi. Karena masih banyak yang belum berani untuk mengungkapkan dengan apa yang dialami dan dirasakan. Sebab rata-rata, stigma mereka adalah jika ke psikolog adalah gila,” pungkasnya. (cr8/fat)