PATI, Joglo Jateng – Pembahasan Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Tanggung Jawab Sosial Lingkungan Perusahaan (TJSLP) atau Corporate Social Responsibility (CSR) masih belum menemukan titik temu. Pasalnya, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pati dengan pemerintah daerah setempat masih berseberangan soal batasan minimum CSR yang bakal diatur dalam peraturan tersebut.
Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Pati, Riyoso menilai batasan minimum yang diatur dalam Raperda TJSLP akan berpengaruh terhadap perusahaan di daerahnya. Mengingat, selama ini tidak ada aturan yang mengikat mengenai persentase CSR.
“Biasanya perusahaan akan menyalurkan sendiri sesuai dengan konsep dan kebutuhan di lingkungan sekitar perusahaan. Seberapa korelasi langsung terhadap industri, memang tidak akan sampai membuat sempoyongan perusahaan, tapi itu bisa jadi pertimbangan karena selama ini tidak dibebani,” ucapnya, belum lama ini.
Riyoso menilai, masing-masing perusahaan di Kabupaten Pati tidak bisa dipukul rata. Sebab, lanjut dia, setiap perusahaan memiliki beban serta permasalahan yang berbeda.
Menurutnya, kemungkinan ada perusahaan perusahaan yang tidak akan mempermasalahkan dengan besaran minimum CRS yang diterapkan. Meskipun sebaliknya juga ada perusahaan yang keberatan.
“CSR perusahaan kacang misalnya, pingin disalurkan ke lingkungan sendiri, disalurkan ke petani kacang. Karena selama ini mandiri ada yang untuk seperti kegiatan sosial sunatan masal, pengembangan UMKM (usaha mikro Kecil dan menengah),” terangnya.
Meksipun demikian, Riyoso tak sepenuhnya mempermasalahkan Raperda CSR yang saat ini masih dibahas oleh pihak legislatif. Ia mengakui besaran minimum CSR yang diwacanakan sebesar 2 persen dari keuntungan tahunan tidak akan berdampak banyak terhadap kelangsungan operasional perusahaan.
“Hal ini akan membuat perusahaan di Pati lebih tertib terhadap lingkungan sekitar. Baik itu soal pengembangan UMKM maupun kegiatan sosial lain,” pungkasnya. (lut/fat)