Ajak Mahasiswa Bijak Menyaring Berita di Media Sosial

DISKUSI: Berlangsungnya acara talkshow ‘Parlemen Menjawab: Mewujudkan Pemilu 2024 yang Demokratis dan Bermartabat’ di Auditorium RRI Semarang, Selasa (31/10/23). (LU'LUIL MAKNUN/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Media sosial menjadi sarang sekaligus senjata pemecah belah masyarakat menjelang Pemilu 2024. Oleh karena itu upaya untuk mengajak mahasiswa atau pemilih muda untuk menyaring berita di media terus digaungkan berbagai pihak agar mereka bisa bersikap demokratis dan cerdas dalam menggunakan hak pilihnya.

Ketua PWI Jawa Tengah Amir Machmud mengungkap, pihaknya melakukan berbagai cara untuk mengantisipasi penyebarang berita bohong. Khususnya yang berkaitan dengan isu-isu politik.

“Ketika ada informasi yang masuk discovery google, kita bisa menilai itu tidak wajar, kemungkinan itu berita bohong bisa dideteksi oleh teman-teman Mafindo (Masyarakat Anti Fitnah Indonesia),” ucap Amir dalam talkshow bertajuk ‘Parlemen Menjawab: Mewujudkan Pemilu 2024 yang Demokratis dan Bermartabat’ di Auditorium RRI Semarang, Selasa (31/10/23).

Amir turut mengajak mahasiswa dan peserta yang hadir untuk mempertanyakan hal janggal yang ada di media sosial. Menurutnya, kehadiran media yang kredibel sangat penting untuk mewujudkan Pemilu 2024 yang demokratis.

“Masyarakat yang waras akan ditandai dengan media yang cerdas,” tegasnya.

Anggota Komisi A DPRD Provinsi Jateng Denny Septiviant yang turut hadir dalam acara itu juga mengarahkan mahasiswa untuk membaca berita dari media yang kredibel. Ia tak henti-hentinya mengajak mahasiswa untuk tidak terpaku dari satu sumber, yakni media sosial semata.

“Jangan hanya terpaku di media sosial sebagai acuan pembelajaran politik, kemudian itu juga harus dilengkapi oleh literasi. Pendidikan politik juga bisa dipelajari langsung lewat partai politik,” bebernya.

Kepala Kesbangpol Jateng Haerudin yang juga hadir sebagai narasumber menyinggung politik identitas yang sangat berbahaya dalam jalannya Pemilu 2024. Menurutnya, politik identitas yang menggunakan SARA sangat dilarang dan dapat memecah belah.

“Itu sangat sensitif dan belum tentu orang yang satu agama sepakat sama calon tertentu, politik identitas harus kita hindari. Bahayanya sangat berpengaruh pada indeks toleransi kita,” ujar Haerudin.

Baginya, beda pendapat adalah hal yang wajar dalam berpolitik. Hanya saja, lanjut Haerudin, Pemilu 2024 harus diikuti dengan sikap menghargai satu sama lain.

“Beda pendapat boleh tapi tolong saling menghargai. Pesta demokrasi ini kan sebuah proses untuk menghasilkan pemimpin di eksekutif dan legislatif, ayo sama-sama kita jaga toleransi dan hindari politik identitas,” tandasnya.

Dihadiri oleh puluhan mahasiswa Universitas Semarang (USM), Rektor USM Supari pun turut memberikan pesan penting kepada mahasiswanya yang akan berkontribusi pada pesta demokrasi lima tahunan pada 14 Februari 2024 mendatang.

“14 Februari itu hari kasih sayang, kita hanya beda di hari itu saja, kita hanya beda pada pilihan capres, cawapres, dan caleg saja, tapi nanti presiden kita kan pada akhirnya sama,” ucap Supari. (luk/gih)