Pati  

Pembudidaya Nila Salin Kurangi Tebar Benih

PANTAU: Pembudidaya nila salin di Desa Tunggulsari Tayu Pati sedang mengecek kondisi budidaya, Kamis (2/11). (LUTHFI MAJID/JOGLO JATENG)

PATI, Joglo Jateng – Pembudidaya ikan nila salin di Desa Tunggulsari, Kecamatan Tayu, Kabupaten Pati mengurangi jumlah benih yang ditebar ke tambaknya. Cara ini dilakukan agar mereka tetap bisa membudidaya nila salin saat musim kemarau panjang.

Ketua Kelompok Pembudidaya Ikan (Pokdakan) Murya Desa Tunggulsari, Suwondo mengungkapkan, pengurangan jumlah benih nila salin tersebut lantaran kurangnya pasokan air saat musim kemarau. Pasalnya, jika tidak jumlahnya tidak dikurangi disebut bisa berdampak terhadap pasokan air untuk kebutuhan masyarakat di desa tersebut.

“Saat ini petambak masih budidaya. Tapi jumlah benihnya dikurangi. Alasannya karena budidaya nila salin mengunakan air dari sumur bor. Jadi kalau tidak dikurangi akan membutuhkan banyak pasokan air sehingga akan berdampak terhadap permukiman,” ujar dia, Kamis (2/11/23).

Suwondo menjelaskan, saat musim penghujan pembudidaya nila salin di desanya bisa menebar benih sampai 100 ribu ekor per hektarenya. Namun, ketika musim kemarau seperti sekarang ini, mereka mengurangi jumlah benihnya hingga 30 persennya.

“Biasanya per hektar kalau musim penghujan benih yang ditebar hingga 100 ribu per ekor hektare. Tapi kalau musim kemarau hanya menebar 70 ribu ekor per hektarnya,” jelasnya.

Meksipun jumlah benihnya dikurangi, tak mempengaruhi pendapatan para pembudidaya. Mengingat, harga nila salin pada bulan ini mengalami kenaikan, setelah beberapa bulan lalu sempat menurun drastis dari harga normal.

“Produksi sedikit jadi harga naik. November ini harganya bisa mencapai Rp 24 ribu per kilogramnya. Ini tergolong tinggi hargnya. Karena Agustus lalu sempat hancur hanya Rp 18 ribu, isi 3 sampai 6 ekor. Kalau harga normal biasanya Rp 22 ribu,” tutur Suwondo.

Adapun luas lahan tambak di desanya mencapai 147 hektare. Dari ratusan hektar tersebut, hampir semuanya membudidaya ikan nila salin dengan beberapa metode. Antara lain menggunakan metode tradisional, tradisional plus, dan semi intensif.

“90 persen budidaya nila salin di sini. Tapi metodenya berbeda. Ada yang tradisional itu hanya bisa panen 1 hingga 2 ton, lalu tradisional plus bisa panen 3 sampai 4 ton, dam semi intensif yang bisa 5 sampai 6 ton karena pakai kincir air dan sumur bur,” pungkasnya. (lut/fat)