KUDUS, Joglo Jateng – Tenaga penghulu di Kabupaten Kudus mengalami kekurangan Sumber Daya Manusia (SDM). Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kabupaten Kudus mencatat bahwa kondisi ini merata di 9 kecamatan yang ada di Kota Kretek.
Kepala Kantor Kemenag Kudus, Suhadi menuturkan, saat ini tenaga di masing-masing KUA yang ada di Kudus memang sangat minim. Idealnya ada 7 pegawai. Tapi pada praktiknya hanya ada 2. Terdiri dari satu kepala dan satu staf.
“Masing-masing KUA hanya memiliki paling banyak dua tenaga penghulu. Beberapa diantaranya bahkan hanya memiliki satu tenaga penghulu,” tuturnya.
Suhadi menyebutkan, hingga saat ini belum ada pembukaan formasi untuk Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) ataupun Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) untuk posisi tersebut. Padahal, kata dia, banyak lulusan dari perguruan tinggi yang berminat untuk mendaftar di posisi tersebut. Pihaknya juga sering mengusulkan pembukaan formasi untuk tenaga penghulu tiap tahunnya, namun belum direalisasikan.
“Peminat banyak sekali, dari perguruan tinggi PTKIN. Karena tidak ada formasi jadi tidak bisa. Kita juga sudah melakukan pengusulan terus, karena kita merasakan memang Kudus kekurangan tenaga penghulu,” katanya.
Sementara itu, Kepala KUA Dawe, Moh Saifuddin, mengatakan idealnya dalam satu Kantor Urusan Agama (KUA) ada dua penghulu. Namun, kenyataannya di beberapa KUA di wilayah Kudus hanya memiliki satu penghulu.
“Kudus rata-rata per kecamatan itu idealnya ada 3 penghulu, tapi (pada kenyataannya) ada yang satu ada beberapa ada dua. Bahkan di kecamatan Jati penghulunya merangkap sebagai kepala KUA. Kalau melihat kondisi di Dawe, sementara ini aman-aman saja,” katanya, Senin (6/11/23).
Kendati minim, Saifuddin mengaku pihaknya tetap berusaha memberikan pelayanan yang maksimal kepada warga. Meskipun imbasnya membuat pekerjaan penghulu menjadi sangat padat.
“Kadang itu ada penghulu yang dalam sehari bisa memimpin upacara pernikahan berkali-kali di lokasi yang berbeda-beda. Bahkan, kalau pas musim pernikahan ada yang berangkat dari rumah pagi, pulangnya sore. Dari mulai 4 kali pernikahan, hingga 20 kali dalam sehari,” ungkapnya.
Sepengetahuan Saifuddin, belum ada pembukaan formasi untuk posisi tenaga penghulu. Padahal, menurutnya, minat menjadi penghulu tidaklah sedikit. Hal ini juga diduga karena faktor persyaratan yang rumit salah satunya masa kerja di KUA selama dua tahun.
“Anak-anak muda yang lulusan ilmu agama di perguruan tinggi itu banyak yang berminat jadi penghulu. Tapi, kan selama ini formasinya yang enggak ada. Apalagi kalau persyaratanya dipermudah. Pasti yang daftar banyak,” ujarnya.
Jika ada rencana penambahan penghulu melalui alihfungsi penyuluh, Saifuddin mengapresiasi. Ia berharap itu segera direalisasikan.
“Meskipun jumlah penghulu saat ini tidak menjadi masalah. Tapi lebih baik dan maksimal jika ada penambahan. Minimal satu,” harapnya. (cr8/fat)