Lakukan Berbagai Edukasi untuk Hindari Bullying

ANTUSIAS: Siswa-siswi SD Negeri Sawit sangat antusias mendengar cerita yang dibacakan oleh guru. (DOK. PRIBADI/JOGLO JATENG)

DI berbagai sekolah, bullying banyak terjadi, baik dari SD, SMP, SMA bahkan perguruan tinggi. Namun, kerap kali penanganan pelaku maupun korban tidak menyelesaikan persoalan, melainkan menjadikan korban satu atau kedua belah pihak tidak menganggap masalah tersebut penting untuk diselesaikan.

Dengan demikian, SD Negeri Sawit mencoba menyelesaikan persoalan bullying itu dengan mengedukasi bagi para siswa-siswi. Dengan mengembalikan jati diri anak-anak yang sewajarnya menguatkan nilai-nilai kebaikan universitas. Seperti menghargai perbedaan, jujur, tidak saling mencela dan lain sebagainya.

Kepala SD Negeri Sawit Ardhian Herda Permana mengatakan, pihaknya telah melakukan berbagai edukasi untuk menghindari perilaku bullying. Yakni penguatan karakter saat apel, di ruang kelas, bahkan mengemasnya melalui cerita.

“Setelah mendengar ada kasus semacam itu, kami rutin melakukan apel pagi untuk penguatan karakter dan selalu kita sampaikan saling menghargai satu sama lain. Serta, dilakukan oleh guru saat berada di kelas,” ungkapnya.

Selain itu, pihaknya melakukan pendidikan bullying dalam bentuk cerita. Dengan cara mengisahkan seorang anak yang memiliki bentuk fisik berbeda. Sehingga siswa-siswi mendapatkan gambaran bagaimana cara bersikap agar tetap saling menghargai.

Namun, apabila kasus itu masih berlanjut, pihak sekolah akan melakukan koordinasi dengan orang tua murid. “Tapi sejauh ini belum ada kasus yang sampai ke orang tua murid. Penanganan pelaku kami atasi dengan pendekatan personal. Misalnya kami sering melakukan praktik kucing atau bertanya rutin kenapa mereka melakukan itu. Sampai siswa-siswi menemukan jawabannya sendiri atas perilakunya,” imbuhnya.

Menurutnya, berdasarkan kebijakan terbaru, dalam pendalaman materi guru penggerak harus meminimalisasi sanksi. Sehingga, dengan cara itu anak-anak menjadi lebih peka atas apa yang dilakukannya.

“Jadi kami tidak menyampaikan perbuatan mereka salah, karena mereka sendiri yang nanti akan menemukan kalau itu salah. Jika diberi sanksi, anak-anak hanya berpacu pada benar dan salah, artinya tidak ada kemauan intrinsik untuk mengenal lebih dalam,” pungkasnya.(cr13/sam)