SEMARANG, Joglo Jateng – Roemah Difabel Semarang menjadi komunitas yang didirikan untuk merangkul semua ragam anak-anak disabilitas yang ada di Kota Semarang. Diprakarsai oleh empat ibu rumah tangga yakni B. Noviana Dibiantari R, Windy, Lani, dan Siwi, Roemah Difabel mulai didirikan sejak 2014.
Awalnya, kata Novi, para inisiator membuat Roemah Difabel untuk memperjuangkan beberapa ragam disabilitas saja. Seperti komunitas khusus Anak dengan Gangguan Pendengaran dan difabel wicara.
“Akhirnya kita sepakat untuk menamakan komunitas sahabat difabel kami bisa merangkul semua difabel yang ada di 14 ragam jadikan satu. Itu langkah awal pertama kita,” ucapnya saat ditemui Joglo Jateng, belum lama ini.
Ia mengaku telah mengalami jatuh bangun selama mendirikan Roemah Difabel. Seperti saat mencari dana untuk memenuhi kebutuhan dengan cara mempromosikan komunitas, membuat event, dan mencari anak berkebutuhan khusus yang bergabung di komunitas.
“Karena kita organisasi sosial yang dananya mandiri. Dan kami harus berjuang supaya komunitas ini berjalan tapi itu tidak menyurutkan niat kami,” jelasnya.
Kemudian, para pendiri ini masing-masing mendirikan komunitas disabilitas sendiri-sendiri. Seperti Windy yang mendirikan komunitas anak difabel khusus Anak dengan Gangguan Pendengaran,dan Siwi membuat komunitas disabilitas online. Alhasil, yang masih bertahan yakni Novi seorang diri.
“Bu Lani akhirnya mendirikan komunitas sendiri. Soalnya yang diperjuangkan berbeda-beda,” imbuhnya.
Ia menambahkan, tantangan berat yang dirasakan selama ini yaitu bersabar untuk mengajarkan anak-anak disabilitas dalam bidang apapun. Meski, anak-anak tersebut sudah lulus SMA LB, diketahui mereka tidak bisa baca tulis dan berhitung.
“Awalnya kita kan ingin lari kencang. Padahal kita maunya kita tempatkan langsung mereka ke tempat kerja (setelah diberi pelatihan di komunitas, Red.). Soalnya anak-anak difabel ini seringkali dianggap cacat yang tidak bisa bekerja. Nah kita ingin memberdayakan mereka agar punya kemauan keras sehingga bisa mandiri,” ujarnya.
Ia melanjutkan, ada berbagai macam pelatihan yang diberikan untuk anak-anak disabilitas. Antara lain komputer, menjahit, dan membuat hidroponik.
“Untuk tanaman hidroponik dijualkan secara online, setiap minggu bisa panen 40-80 ikat. Selain itu ada usaha angkringan jadi mereka ada yang ditugaskan menjadi pelayan dan khusus kasir di dampingi oleh saya. Bikin bandeng presto rempah, warung sembako. Dan setiap penghasilan mereka mendapatkan uang saku,”lanjutnya.
Total 120 anak disabilitas yang telah didampingi oleh Roemah Difabel Semarang. Sebanyak 35 anak di antaranya sudah bekerja di perusahaan yang bekerja sama dengan pihaknya. Lalu, 25 anak bekerja mandiri seperti menjadi penulis, penjahit, penjual di warung sembako, dan pulsa.
“(Sebanyak, Red.) 20 anak difabel berat, sampai tahun ini ada 3 anak yang meninggal dunia karena sakit yang tak bertahan lama. Hingga saat ini tersisa 40 orang dari berbagai ragam disabilitas seperti Anak dengan Gangguan Pendengaran, difabel wicara, difabel netra, autistik, difabel mental, intelektual, down syndrome, psikososial, dan fisik,” paparnya.
Dirinya terus berupaya keras untuk memberikan wadah ilmu sebanyak mungkin untuk anak disabilitas. Hal itu dilakukan supaya mereka tidak kesulitan saat bekerja di perusahaan. (cr7/mg4)