Elektabilitas Ganjar-Mahfud Anjlok, Dinilai Gegara Terlalu Kritik Jokowi

SIAP: Pasangan Capres-Cawapres nomor urut tiga Ganjar Pranowo (depan kiri) dan Mahfud MD (depan kanan) berdiri sebelum debat perdana Capres dan Cawapres 2024 di Gedung KPU, Jakarta, belum lama ini. (ANTARA/JOGLO JATENG)

SEMARANG, Joglo Jateng – Dosen Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Diponegoro (Undip) Semarang, Triyanto Lukmantoro menilai, elektabilitas pasangan calon presiden dan wakil presiden Ganjar-Mahfud kini anjlok. Hal itu disebabkan oleh sikap Ganjar yang terlalu vokal dalam menyampaikan kritik terhadap pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Menurut Triyanto, beberapa bulan terakhir Ganjar dirasa terlalu keras dalam mengkritik Jokowi, terutama setelah Gibran menjadi cawapres Prabowo. Semakin Ganjar keras melakukan kritik, maka tingkat elektabilitasnya diyakini akan makin merosot.

“Jadi semakin Ganjar atau orang-orang PDI mengkritik Pak Jokowi secara personal atau keluarganya justru elektabilitasnya semakin menurun. Justru Pak Jokowi kan atasannya, presidennya, dan masih satu partai mengapa harus menjelek-jelekkan Pak Jokowi, program-programnya,” kata Triyanto, seusai mengisi diskusi Bawaslu Jateng di Kopi Kaje, Kecamatan Mijen, Semarang, belum lama ini.

Ganjar juga dianggap sering blunder dalam mengkritik. Misalnya saat memberikan skor 5 pada pemerintah Jokowi soal penegakan hukum. Padahal Menhukham Yasonna Laoly merupakan kader PDIP dan Menkopolhukam Mahfud MD cawapres Ganjar sendiri.

“Misalnya saat ditanya Ganjar kalau skor dari 0 sampai 10 penegakan hukum berapa, jawabnya 5. Ganjar salah karena Menkuham dari PDIP dan Menkopolhukam Mahfud MD calon presidennya dari mana, semua PDIP,” tegas Triyanto.

Selain itu, Jokowi memiliki pengaruh yang kuat di mata masyarakat. Dia menyebut, Jokowi memiliki tingkat kepuasan publik (approval rating) mencapai mencapai 76 persen dalam hasil survei Indikator Politik Indonesia.

“Harus dilihat approval rating tingkat kesukaan masyarakat terhadap Pak Jokowi sekarang itu menurut Indikator Politik Indonesia sekitar 76 persen. Bahkan ada yang lebih dari itu. Kalau kemudian Ganjar yang 1 parpol (dengan Jokowi, Red.), jelek-jelekin Pak Jokowi gimana,” kata Triyanto.

Dalam kondisi ini, dia mempertanyakan posisi Ganjar saat ini yang berubah seolah menjadi oposisi. Padahal dahulu Ganjar mengekor ke Jokowi. Berbeda dengan Anies dan Prabowo yang memiliki sikap konsisten dari awal.

“Beda dengan Anies yang duduk di luar pemerintahan, yang duduk di luar rumah. Jadi Ganjar serba salah mengkritik Pak Jokowi, mau memuji Pak Jokowi sudah porsinya Prabowo. Itu serba salah jangan heran makin lama suaranya makin turun,” ungkapnya.

Dia menilai, Ganjar-Mahfud saat ini berada dalam posisi yang sulit. Meski begitu, elektabilitas keduanya bisa naik dan Prabowo-Gibran bisa turun ketika ada hal khusus yang membuat publik harus mengalihkan dukungan.

“Kecuali ada hal khusus yang menjadikan pasangan Prabowo-Gibran ini tidak disukai. Misalnya kasus tertentu, misal moral korupsi, kasus lain itu harus kita cermati. Kalau nggak maka trennya semakin naik,” tandas Triyanto. (luk/mg4)