KUDUS, Joglo Jateng – Upaya peningkatan kualitas sumber daya manusia (SDM) di desa terus digencarkan Dinas Arsip dan Perpustakaan Daerah (Arpusda) Kabupaten Kudus. Salah satunya melalui pembangunan perpustakaan berbasis inklusi sosial.
Tercatat, terdapat 12 Desa yang telah memiliki perpustakaan. Sementara pada 2024 nanti, Arpusda akan melakukan bimbingan kepada tiga desa untuk membangun perpustakaan berbasis inklusi sosial. Yaitu Desa Soco, Desa Rahtawu, dan Desa Hadipolo.
Kepala Dinas Arpusda Kudus, Sam’ani Intakhoris, melalui, Kepala Seksi (Kasi) Pengelolaan Pustaka, Ninik Mustika Wati menjelaskan, perpustakaan berbasis inklusi sosial merupakan perpustakaan yang memfasilitasi masyarakat dalam mengembangkan potensinya dengan melihat keragaman budaya. Kemauan untuk menerima perubahan serta menawarkan kesempatan berusaha.
“Adanya perpustakaan desa ini penting sekali. Lebih lagi perpus desa juga menjadi prioritas nasional. Kalau kita tidak berusaha mengikuti maka kualitas SDM masyarakat kita tidak berkembang juga,” katanya saat ditemui Joglo Jateng, Rabu (20/12/23).
Pihaknya mengaku berusaha konsisten untuk membuat rencana daftar desa yang melakukan pengajuan perpustakaan. Saat ini, kata dia, ada tiga desa yang telah konsisten melakukan pendirian di 2024.
“Desa Soco, Rahtawu dan Hadipolo Alhamdulillah bersedia. Sementara Desa Kuwukan dan Mijen masih dalam tahap koordinasi kembali. Kami memang mencari mitra di 2024 yang mau dikembangkan sesuai dengan basis inklusi sosial,” ungkap Ninik.
Ninik ingin, pendirian perpustakaan berbasis inklusi sosial bisa maksimal. Tidak mengejar kuantitas tetapi kualitas. Sebab, kata dia, proses yang dilalui cukup panjang.
“Paling tidak tiga sudah cukup di 2024 ini. Karena berbagai tahapan kita lakukan mulai dari sosialisasi, bimbingan teknis dan implementasi kita dampingi. Bahkan pemantauan kita lakukan secara berkala,” bebernya.
Untuk desa yang telah memiliki perpustakaan, pihaknya ingin materi yang telah disampaikan bisa diimplementasikan. Dengan melaksanakan program dan mengkolaborasikan dengan berbagai kegiatan di unsur desa sehingga bisa saling memfasilitasi program inklusi dengan tempat yang representatif
“Sementara untuk fisiknya pihak desa bisa menyiapkan ruangan dan buku meski tidak banyak. Didukung dengan struktural kelembagaan dan penganggaran yang diajukan melalui dana desa,” paparnya.
Terakhir, Ninik berharap, desa yang telah memiliki perpustakaan inklusi sosial bisa berkomitmen mengingkatkan kesejahteraan masyarakat. Melalui berbagai program yang telah didiskusikan dalam masa bimtek.
“Kita harus sudah mulai berkembang dan meningkatkan kesejahteraan di bidang pendidikan, kesehatan, seni dan ekonomi. Kesejahteraan tidak hanya dinilai dari segi ekonomi. Tetapi juga pendidikan yang meningkat,” pungkasnya. (cr8/fat)