Kuliner di Bawah Rp 10 Juta tak Dipungut Pajak

MENINJAU: Bupati Sleman Kustini Sri Purnomo saat mengunjungi beberapa stand produk UMKM di wilayahnya, belum lama ini. (ADIT BAMBANG SETYAWAN/JOGLO JOGJA)

SLEMAN, Joglo Jogja – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Sleman resmi merubah batas pendapatan tidak kena pajak usaha kuliner, dari Rp 5 juta menjadi Rp 10 juta. Maka, perlu melakukan identifikasi dan pendataan sehingga penerapannya benar-benar maksimal.

Wakil Ketua DPRD Sleman Arif Kurniawan mengaku, tidak memermasalahkan adanya kenaikan batas tidak kena pajak untuk pajak restoran. Namun, pihaknya mengingatkan agar upaya pengawasan terus dilakukan, guna memastikan potensi pajak di usaha kuliner tetap bisa optimalkan.

Pihaknya meminta, Pemkab Sleman melakukan identifikasi dan pendataan. Pasalnya, saat saat ini banyak usaha-usaha di pinggir jalan yang omzetnya tidak kalah dengan restoran, salah satunya di Kawasan UGM.

“Tujuannya memang untuk mengoptimalkan pajak, tapi juga dilakukan penataan agar lebih rapi, tidak semrawut. Terpenting bisa menjadi bagian legalitas dalam berusaha,” tuturnya.

Sementara itu, Kepala Badan Keuangan dan Aset Daerah (BKAD) Sleman Haris Sutarta mengatakan, diberlakukannya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2024 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah, banyak berimplikasi terhadap pajak dan retribusi di daerah. Selain proses penarikan dijadikan dalam satu perda, juga ada sejumlah kebijakan yang harus direvisi.

“Turunan dari undang-undang ini, kami sudah membuat Perda tentang Pajak dan Retribusi Daerah,” terangnya.

Haris menjelaskan, salah satu perubahannya menyangkut Nilai Jual Objek Pajak Tidak Kena Pajak (NJOPTKP) dari usaha restoran atau kuliner. Di peraturan lama, menetapkan usaha yang kena pajak sebesar Rp 5 juta. Sedangkan yang baru ditetapkan, batasan tidak kena pajak Rp 10 juta.

“Jadi kalau omzet kulinernya sebulan tidak sampai Rp 10 juta, maka tidak dipungut pajak,” ungkapnya.

Menurutnya, kebijakan menaikan batas nilai tidak kena pajak di sektor usaha kuliner ini sebagai upaya mendukung pengembangan UMKM di Sleman. “Kalau Rp 5 juta terlalu kecil. Karena warung-warung yang omzetnya kisaran Rp 200 ribu per hari hanya cukup memenuhi kebutuhan sehari-hari,” imbuhnya.

Sedangkan, mengenai optimalisasi pendapatan dari sektor pajak restoran, pihaknya mengaku terus melakukan pengawasan di lapangan. Serta akan memperluas jaringan pemasangan mesin tapping box di lokasi usaha. “Saat ini sudah ada 300 tapping box di lokasi usaha kuliner, baik restoran maupun rumah makan skala besar,” jelasnya.(bam/sam)