KUDUS, Joglo Jateng – Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kudus sudah berbasis Online Single Submission Risk Based Approach (OSS-RBA) atau Perizinan Berusaha Berbasis Risiko sejak 2021.
Koordinator Penanaman Modal pada Dinas DPMPTSP Kudus, Emy mengatakan, awal mula menggunakan sistem pelayanan online itu sejak 2017. Semua sistem pelayanan sudah tersentalkan berbasis online. Sudah tiga versi yang digunakan dalam melakukan pelayanan online. Diantaranya versi 1.0. Kemudian pembaruan lagi menggunakan bersi 1.1 dan terakhir versi oss rba berbasis resiko.
Versi pertama, 1.0 hanya beberapa Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) yang masuk. Pasalnya, belum bisa terwadai secara keseluruhan. Kemudian, fiturnya juga belum lengkap. Kedua, versi
1.1 basisnya izin. Artinya, sebelum melakukan pembangunan teknisnya nanti izin dulu baru baru efektif digunakan.
“Sekarang sistem yang digunakan versi oss rba. Fiturnya sudah semakin lengkap, dasar pemberian izin berbeda dari versi sebelumnya. Yakni, tidak berbasis izin tapi berbasis resiko,” ujarnya.
Emy menambahkan, jika tingkat resiko dalam perizinan rendah, akan lebih mudah untuk digunakan. Sebaliknya, apabila resiko akses yang digunakan beresiko tinggi, maka akan lebih sulit untuk mendapatkan perizinan. Meskipun begitu, masih bisa melakukan izin, tetapi harus ada verifikasi terlebih dahulu dari tim teknis.
“Kualifikasi dalam penilaian teknis yang layak diberikan izin yaitu secara sistem sudah menapis, apakah berpengaruh kesehatan keselamatan lingkungan, dan faktor resiko yang menjadi pemicunya. Itu semua sudah ada rumusnya sendiri,” ucapnya.
Pihaknya menyampaikan, semua data akan masuk di oss rba. Baik itu disektor pertanian, perdagangan, industri, kesehatan, komunikasi, perikanan, kelautan, dan kebudayaan. Ada juga yang tidak terdata pada sistem sektor kepolisian, ketenaganukliran dan keuangan. Yang mana, sektor tersebut dinaungi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
“Sekarang berbasis resiko. Artinya sistem akan melihat usaha. Sistem sudah membaca resiko usaha apa aja. Ada yang rendah, menengah rendah, menengah tinggi, dan tinggi. Sistem tersebut akan memberikan informasi ke pelaku usaha yang mengajukan. Menginformasikan terkait apa yang harus di penuhi. Cukup Nomor Induk Berusaha (NIB) atau sertifikat standard,” terangnya.
Dirinya mengatakan, ada beberapa kendala yang menjadi misskomunikasi antara masyarakat dan sistem. Seperti terkadang ada beberapa yang di syaratkan dari kementrian. Tetapi tidak tercover di sistem. Akibatnya, terjadi misskomunikasi.
“Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya yaitu dengan melaporkan Penatausahaan Berkas Kasus Piutang negara (BKPN). Lebih lanjut, pihak OPD teknis harus jeli dalam melakukan verifikasi penapisan,” jelasnya kepada Joglo Jateng. (cr3/fat)