SEMARANG, Joglo Jateng – Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah menyebut capaian inflasi sembilan kota gabungan di Jawa Tengah pada bulan Januari 2024 sebesar 2,69 persen (yoy). Sedangkan secara spasial, seluruh kota/kabupaten Indeks Harga Konsumen (IHK) di Jawa Tengah mengalami deflasi. Deflasi terdalam terjadi di Kabupaten Rembang, Kabupaten Wonosobo, dan Kota Semarang.
“Secara spasial, seluruh kota/kabupaten IHK di Jawa Tengah mengalami deflasi. Terutama di Kabupaten Rembang, Kabupaten Wonosobo, dan Kota Semarang,” jelas Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jawa Tengah Rahmat Dwisaputra dalam Media Briefing di Hotel Padma, belum lama ini.
Ia menambahkan, berdasarkan pada periode laporan, deflasi disebabkan oleh tiga faktor. Pertama normalisasi permintaan masyarakat seiring dengan festive season Natal 2023 dan Tahun Baru 2024 yang telah usai. Kedua, peningkatan pasokan seiring dengan panen komoditas hortikultura pada sentra produksi seperti Temanggung dan Magelang. Ketiga penurunan harga BBM karena harga minyak dunia turun.
“Sementara itu, penurunan inflasi tertahan oleh kenaikan harga komoditas pangan tertentu seperti beras, tomat, bawang putih dan bawang merah serta kenaikan harga sigaret kretek mesin (SKM),” imbuhnya.
Kenaikan SKM ini kata dia, sejalan dengan kenaikan tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) sebesar 10 persen yang ditetapkan oleh pemerintah per 1 Januari 2024 ke harga jual rokok. Rahmat mengatakan, ke depan ekonomi Jateng diprakirakan tetap kuat dengan didukung permintaan domestik. Pertumbuhan akan bersumber dari konsumsi rumah tangga dan konsumsi Lembaga Non-Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT).
“Pelaksanaan Pemilu dan Pilkada serentak pada 2024 mendorong kenaikan konsumsi LNPRT,” bebernya.
Sementara pertumbuhan konsumsi rumah tangga didorong beberapa faktor. Seperti kenaikan gaji Aparatur Sipil Negara (ASN) dan Upah Minimum Provinsi (UMP) 2024, serta stimulus fiskal dan makroprudensial yang masih berlanjut.
“Untuk melanjutkan tren pemulihan ekonomi Jawa Tengah yang berkesinambungan, diperlukan langkah-langkah yang lebih strategis dan sinergi kebijakan antara pemerintah daerah dan Bank Indonesia, serta keterlibatan pelaku usaha dalam mempertahankan produktivitas sektor-sektor utama dan menjaga iklim investasi tetap kondusif,” tandasnya. (luk/gih)