Oleh: M. Abdulllah Badri*
Dr. KH. Hamdani Mu’in (lahir di Subang 5 April 1971) merasa atas munculnya radikalisme, pragmatisme, hedonisme dan kurangnya adab di kalangan anak muda, terutama aktivis mahasiswa kampus (hlm. 168). Dosen Fakultas Tarbiyah UIN Walisongo Semarang tersebut memikirkan ini sejak tahun 2004. Bertahun-tahun diskusi, belum ada solusi.
Kiai Hamdani kemudian mengomunikasan kegelisahannya ke banyak tokoh. Puncaknya, sekitar tahun 2008 Hamdani menemukan jalan keluarnya dari Habib Luthfi Bin Yahya, Pekalongan, agar mendirikan MATAN, nama yang diusulkan Habib Luthfi langsung (hlm. 177). MATAN adalah kepanjangan Mahasiswa Ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah.
Setelah itu, Kiai Hamdani menyiapkan berdirinya MATAN selama bertahun-tahun. Namun deklarasi yang dijanjikan oleh Habib Luthfi Bin Yahya selalu ditunda. Kiai Hamdani sempat kecewa. “Saya tidak ingin MATAN lahir karena nafsu,” demikian ungkap Habib Luthfi. Kiai Hamdani sadar, semangat menggebu untuk lekas mendapatkan deklarasi MATAN dari Habib Luthfi, ternyata nafsu (hlm. 182).
Pelajaran itu ditangkap Kiai Hamdani dengan sangat baik. Dia berjanji akan membesarkan MATAN ikhlash tanpa nafsu dan tidak akan mengecewakan sang guru, Habib Luthfi Bin Yahya, Rais Aam Jam’iyyah Ahlith Thariqah Al-Mu’tabaroh An-Nahdliyyah (JATMAN), sebuah Badan Otonom (Banom) NU di bidang tarekat.
Setelah MATAN dideklarasikan pada 14 Januari 2012, bersamaan dengan Muktamar JATMAN ke-XI di Malang, MATAN resmi menjadi anak kandung JATMAN dengan posisinya sebagai lajnah mustaqillah (lembaga khusus) yang kepemimpinannya langsung berada di bawah Rais Aam JATMAN, Habib Luthfi bin Yahya.
Kiai Hamdani menyebut MATAN sebagai tasawuf pergerakan. Bersama dengan pengurus inti MATAN, Kiai Hamdani merumuskan asasul khomsah (lima dasar ideologi), yakni: tafaqquh fid-din (mengasah ketajaman intelektual), iltizamut tha’ah (taat pada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri), Tasfiyatul Qulub wa Tazkiyatun Nafs (pembersihan hati dan penyucian diri), Hifdzul Aurod wal Adzkar (menjaga sunnah Nabi dan dzikir) serta Khidmah lil Ummah (darmabakti kepada manusia dan bangsa).
Lima dasar gerakan MATAN di itu harus dimiliki oleh seluruh kader MATAN, dengan puncaknya, ber-khidmah (mengabdi) tanpa tendensi apapun. Khidmah inilah yang disebut Kiai Hamdani sebagai high politic (politik tingkat tinggi).
Suluk Matan
Husni Mubarok, penulis buku “Tasawuf Pergerakan” ini bersaksi, Kiai Hamdani adalah tipe pemimpin yang total dalam mengabdi tanpa pamrih. Saat mengisi pengajian rutin selama tujuh tahun di Masjid Baitussalam, Bebengan, Kendal misalnya, Husni berkisah bahwa Kiai Hamdani tidak pernah mau menerima bisyaroh sama sekali dari jama’ah (hlm. 145). Itulah khidmah, yang merupakan puncak dari ilmu.
Dengan MATAN, Kiai Hamdani berharap akan muncul sosok Imam Ghazali baru, yang kapasitas intelektualnya diimbangi dengan kualitas kedalaman spiritual. Keringnya spiritualitas aktivis pemuda bisa mengubah kepribadian mereka menjadi sosok yang anti nasionalisme, mementingkan diri sendiri dan kelompoknya, bahkan bisa merugikan bangsa dan negara. MATAN jadi oase.
Fenomena aktivis muda yang menuduh Pancasila thoghut dan merasa benar sendiri bisa diatasi dengan jalan thoriqoh-tasawuf, sebagaimana digelorakan dalam kaderisasi MATAN yang disebut dengan Sultan (Suluk MATAN) Tahap I, II maupun III, lengkap dengan kegiatan rutin wajib pengurus MATAN, mulai dari Majelis Ilmu (Cafe Sufi), Majelis Dzikir hingga Majelis Khidmah.
Sejak 2012, pengurus MATAN sudah berdiri di 10 Provinsi, 44 kabupaten dan 11 komisariat (kampus & pesantren). Sepeninggal Kiai Hamdani, yang wafat pada 22 Desember 2019 di usia 48 tahun, Ketua Umum PP. MATAN yang ditunjuk adalah Dr. Hasan Chabibie.
Buku Husni Mubarok ini sangat lengkap mengisahkan profile hidup Kiai Hamdani dan sejarah MATAN. Saking detailnya, banyak kisah pribadi yang sulit diungkap bila penulis bukanlah orang dekat. Ya. Husni Mubarok berhasil memotret biografi guru, dosen dan sekaligus mertuanya tersebut dengan baik, di bukunya ini.
Tidak berlebihan bila buku berjudul lengkap “Tasawuf Pergerakan: Sejarah Berdirinya MATAN dan Jalan Pengabdian Hamdani Mu’in” layak disebut buku pokok untuk para pemuda, khususnya kader MATAN di seluruh Indonesia.
Dengan utuh membacanya, Anda bukan hanya mengenal sejarah, visi dan misi pergerakan MATAN, tapi juga mengenali pemikiran KH. Dr. Hamdani Mu’in, pendiri, ideolog dan penerjemah gerakan sufisme JATMAN untuk kalangan milenial, agar tidak kering berperadaban. (*)
—
Judul: Tasawuf Pergerakan; Sejarah Berdirinya MATAN dan Jalan Pengabdian Hamdani Mu’in
Penulis: Husni Mubarok
Penerbit: CV Bintang Semesta Media, Yogyakarta
Tebal: xxii + 305 halaman
Cetakan: Pertama, April 2024
—
*) M. Abdullah Badri, tinggal di Jepara